Sunday, November 22, 2015

SUCA, acara apa lagi ini?


SUCA itu adalah sebuah acara kompetisi stand up comedy yang diadakan oleh Indosiar. Semacam acara kompetisi SUCI yang diadakan oleh Kompas TV. Supaya lebih berasa Indosiar maka ditambahkan kata Academy setelah kata-kata Stand Up Comedy. Kan Indosiar suka bikin Academy. Dari mulai Academy Fantasi, sampai Dangdut Academy yang levelnya meluas sampai ke tingkat Asia.

Nah, ini dia masalahnya.
Di benak banyak orang, terutama penikmat stand up comedy, Indosiar itu adalah tv dangdut, emang mampu bikin acara stand up comedy? Indosiar itu caranya agak nggak jelas, banyak nangisnya, banyak gimmicknya, hostnya sok asik. Dan sebagainya.
Terus terang saya pun beranggapan demikian.

Sebelum ke situ, saya mau kasih tahu dulu siapa pemenang SUCA season satu ini. Kenapa saya kasih tahu? Tadinya saya mau ngasih duit, tapi saya juga butuh. Jadi saya ngasih tahu aja.
SUCA season pertama dimenangkan oleh comic bernama Cemen.

Comic asal Cikarang ini berhasil menyingkirkan dua orang comic lain, yaitu Musdalifah asal Pinrang.

Dan Ephy asal Kupang.


Ketika melihat nama-nama peserta yang masuk ke babak final ini, mudah bagi saya untuk menebak siapa pemenangnya. Dan benar saja, Cemen keluar sebagai pemenang pertama. Tidak terlalu mengagetkan sih, dibanding dengan dua peserta lain. Dia menang jauh soal jam terbang. Kehebatan dia yang lainnya adalah kemampuannya untuk membuat punchline yang berlapis yang biasanya dipakai untuk penutup penampilannya.

Nah, dari episode pertama sampai final, saya nonton. dan tetap saya nonton hasilnya selalu pecah!! Bahkan istri saya yang nggak terlalu paham soal stand up comedy bisa menikmati juga. Kekhawatiran saya tidak terlalu terbukti. kita coba bahas sedikit aja, karena saya udah ngantuk *plak!

Soal Gimmick
Ini meresahkan. Karena saya sangat tidak suka soal yang satu ini. Gampangnya sih gini. Peserta tampil paling kenceng lima menit, tapi komentarnya setengah jam. Belum lagi isinya nggak jelas, mancing-mancing peserta untuk nangis dengan menggunakan pancinga semacam keluarga, sahabat yang sudah lama tidak bertemu, kemampuan ekonomi, dan sebagainya.

Apakah gimick ini ada di acara SUCA? Ada! Tapi kenapa saya nggak sebel? Karena seru! Gini lho, kalo kontes nyanyi. Pesertanya miskin, ditanya soal ekonomi, yang ada nangis dan bertekad melakukan yang terbaik untuk menang supaya bisa mengangkat derajat keluarganya.

Tapi di SUCA ini, ketika diungkit soal itu, mereka nggak nangis. Malah minta! Kan kurang ajar! Tapi lucu!
Mungkin karena pesertanya adalah komedian, maka secara naluri mereka selalu ingin melucu. Atau mungkin pas bagian gimmick itu, mereka sedang melepaskan ketegangan setelah mereka tampil. Tapi gimmick ini nggak ngaruh sih buat mereka. Bukannya bikin sedih, malah bikin ngakak!!

Soal Host.


Ada Gilang Dirga, Andhika, sama Gading Martin.
Mereka bukan nama sembarangan. Di acara lain , kemampuan mereka cukup mampu mengocok perut. Menurut saya pribadi Gilang memang tidak terlalu menonjol diabanding Andhika dan Gading. Tapi mungkin di situ kerennya, Gilang dipasang sebagai penyeimbang untuk dua orang itu.
Bahkan host ini sempat ditantang untuk tampil open mic. Hasilnya? Pecah gila!!!
Gilang tampil membahas soal dia nggak dibantuin bikin materi dan meniru Mario Teguh.
Gading menceritakan tentang beban dia sebagai anak Roy Martin.
Andhika cerita tentang pengamtan dia soal musik selama dia menjadi host acara Inbox.
Dan menurut saya penampilan mereka sangat keren!!

Tapi ada yang lebih keren dari trio host ini. Perhatikan bahwa durasi acara ini adalah empat jam. Tapi mereka mampu membawakan acara ini dengan sangat baik, sehingga acara ini selalu seru, dipenuhi dengan tawa. Bahkan ketika ada comic yang ngebomb. Mereka bisa memeriahkan lagi suasana. Biasanya kan kalo ada yang nggak lucu, mood penonton juga agak-agak gimanaaa gitu kan ya? Tapi mereka mampu membangkitkan lagi suasana acara tersebut.

Bahkan ketika ada seorang peserta yang tiba-tiba ngeblank di atas panggung. Andhika nanya ke salah satu juri. Ini kenapa? Apakah ngeblank ini wajar?
Mungkin bagi sebagian orang, pertanyaan ini norak, sok asik. Tapi buat saya pertanyaan ini keren, bahwa artinya mereka sedang belajar sesuatu.

Metro TV, Kompas TV, Indosiar. Mereka punya acara Stand Up Comedy.
Metro dan Kompas kurang lebih sama, penonton stand up di dua stasiun tv ini adalah penonton yang "paham" dan siap untuk menonton stand up comedy makanya penonton di stasiun tv ini sudah punya gambaran tentang seperti apa dan apa yang akan dibawakan oleh peserta.
Tapi Indosiar punya penonton yang berbeda, yang saya sebut sebagai penonton dangdut. Bukan berarti saya meremehkan jenis penonton ini, tidak! Saya tidak ada niat untuk itu. Yang saya maksud dengan penonton dangdut adalah penonton yang terbiasa nonton dangdut yang mungkin tidak tahu sama sekali apa itu stand up comedy.

Inilah tantangan terbesar peserta. Mampukah mereka tampil menarik perhatian penonton ini? Materi seperti apa yang bisa dipahami oleh jenis penonton ini? Ini yang menarik sekaligus sulit!

Menurut saya sih, namanya kesenian nggak perlu lah dikotak-kotakan. Ini anak SUCI, ini anak SUCA, ini anak siapa. Nggak usah lah, nggak ada kerjaan. Ini bentuk kesenian, udah gitu aja. Dan kesenian tidak ditujukan untuk orang tertentu, kesenian ditujukan untuk dinikmati semua orang, dan ketika kesenian itu tidak bisa dinikmati, maka mngkin itu urusan selera. Mungkin lho yaaa!!

Menurut saya. Kalau stand up comedy itu adalah komedi yang cerdas, lalu kenapa bahasannya nggak jauh dari jomblo, cewek pms, cowok yang nggak berdaya di depan cewek pms, pdkt, pacaran. Dan sebagainya. Pandji yang pernah menjadi juri tamu mengatakan bahwa Chris Rock dalam setiap penampilannya selalu membawa materi tentang relationship, and he always kill. Tapi saya perhatikan rata-rata bahwa comic di sini yang membawakan materi soal hubungan kok monoton ya?

Penonton Indosiar terdiri dari berbagai kalangan. Pembantu rumah tangga, ibu-ibu, supir angkot, dan sebagainya. Kalau bertolak dari, Stand Up Comedy adalah kesenian yang menyuarakan keresahan, kegelisahan, dan kejujuran. Maka dengan penonton dangdut ini, Bayangkan kejujuran macam apa yang akan dibawakan oleh seorang supir angkot, keresahan macam apa yang akan dibicarakan pembantu rumah tangga, kegelisahan orang tua tentang lingkungan dimana anaknya tinggal dan tumbuh? Bayangkan!

Tapi gini deh. Ini mah cuma sekedar celoteh aja, cacaprukan semata. Hanya pendapat dari saya, seorang pemuda yang miskin ilmu... dan miskin yang lainnya juga. Da saya mah apa atuh, cuma seorang pemuda yang sok tahu.

Saturday, August 1, 2015

TRIANGLE The Red side (see the description below) film pendek berjudul panjang.





Gambar di atas adalah gambar atau poster dari film pendek buatan Deddy Coruzier, filmnya keren! Cari deh di youtube.
Filmnya cuma lima menit, judulnya panjang. Konsep judulnya kayak Bona dan Rong Rong, gajah kecil berbelalai panjang. 

Saya suka film action, saya nonton film action dari Hong Kong, Jepang, Korea, Tahiland, dan Indonesia. Kalo yang Amerika dan sekitarnya nggak terlalu suka sih.

Banyak yang bilang, memuji penampilan Chika Jessica. Kalo diambil rata-rata sih mereka bilangnya, nggak nyangka Chika bisa akting begitu, soalnya kan biasanya konyol, bisa juga serius. Yang ngomong begitu kurang wawasan *songonghahahaha.

Bukan apa-apa, saya pernah nonton film Merantau, yang main Iko Uwais DAN Chika Jessica. Dan di film itu Chika maen setius, dan bagus. Nggak award winning sih, tapi keren, banget!

Katanya ini bukan tentang penculikan, tapi trilogi dengan twist ending. Apa maksudnya? Ya nggak tahu, kan bukan saya yang bikin. Tapi kayaknya layak ditunggu kelanjutannya. Kan trilogi, jadi harus ada lanjutannya. 

Yang mau saya komentarin bukan masalah cerita, Chika, atau masalah aktingnya. Tapi masalah adegan berantemnya. *eaaasongonglagi!

Ngomongin masalah film action, mau nggak mau saya langsung kebayang film Hong Kong. Mau gimana lagi? Dari Zaman Jackie Chan masih alay sampai sekarang film action dari negara itu masih eksis. Jadi tidak ada alasan untuk tidak menjadikannya sebagai referensi. Tapi baik itu Hong Kong, Jepang, Korea, atau Thailand, mereka memiliki pola yang kurang lebih serupa.

Pada dasarnya begini, adegan berantemnya keren! Sumpeh deh keren banget! Apalagi dilakoni oleh Voland yang memang jago beneran, dan Master Deddy yang bukan cuma master sulap tapi juga master wing chun. Tidak diragukan, Chika? Hmmm.

Baik, sebelum dimulai, saya ingatkan dulu, bahwa saya hanya penikmat, dan belum tentu saya bisa membuat atau berakting seperti mereka ini. Pendapat saya berdasarkan referensi saya sebagai penyuka film action. Jadi boleh kan komentar? Presiden aja boleh dikomentarin padahal yang komentar belum pernah jadi presiden. Iya kan?

Oke, gini.
Pertama, soal Chika.
Nggak jelek! Sama sekali nggak jelek! Tapi memang karena mungkin dia tidak memiliki dasar bela diri, jadi gerakan dia itu ngambang, istilah kerennya sih kuda-kudanya lemah. Jarak antara Chika dengan Volland terlalu lebar. Tapi bisa dimaklumi.

Kedua.
Dari mulai Merantau, Teh Raid, The Raid 2 dan Triangle ini, memiliki kesamaan, yaitu banyak gerakan yang sia-sia.Saya nggak tahu gimana film action zaman Barry Prima atau Advent Bangun. Tapi kalau saya lihat di film Hong Kong. Mereka punya yang namanya pola piramid.
*nggak tahu sih pola apa sebenernya, ini mah istilah saya aja, hehehe.
Maksudnya begini.
Kelompok penjahat itu kan ada kelasnya, sebutlah kelas anak buah, kelas manajer, dan kelas direktur.
Volland jelas peran sebagai direktur selevel sama Deddy Corbuzier, Chika manajer, dan empat orang anak buah Chika, ya... anak buah. Kecuali kalo mereka punya anak, jadilah mereka bapak buah.
*dihajar Deddy.

Di film Hong Kong, seorang direktur tidak perlu mengeluarkan usaha yang banyak untuk melumpuhkan anak buah. Paling cuma satu atau dua pukulan, lumpuh. Tapi di Triangle ini dimaklumi karena masalah durasi, sdm, dan sebagainya yang membuat film ini jadi minimalis. Maka mungkin kalau empat orang anak buah Chika menyerang dengan menggunakan formasi akan lebih seru, tapi resikonya peran Chika akan kurang menonjol, karena kalah koreo dibanding anak buahnya. Kecuali kalau anak buah Chika hanya diberi peran untuk mengamankan Azka, dan pertarungan diambil alih oleh Chika. Mungkin akan lebih seru. Mungkiiin...

Ketiga.
Kesia-siaan berikutnya adalah ketika Deddy datang. Alurnya kan, Deddy datang bawa tas, ngasih tas, berantem sama Volland, terus buka kaca mata, buka jaket terus berantem lagi. Karena ini film pendek, maka adegan tersebut tidak efektif. Saya ngebayanginnya sih, Deddy datang, ngasih tas, tas dilempar, Volland nantang, Deddy buka kaca mata sama jaket, langsung deh jambak-jambakan. Dengan begitu pengaturan adegan klimaks figthingnya bisa lebih tertata.

Keempat.
Konon katanya setelah menit  04.07 tidak ada koreo, mereka berdua saling serang aja gitu. Itu keren! Sengai sesama pelaku bela diri maka ada jaminan akan ditampilkan suatu bentuk pertarungan yang "beneran" yang memang keren walaupun keliatan boongan.
Tapi ada kelemahannya, di adegan itu keliatan "ngambang" gitu. Ibaratnya begini. Karena nggak pake koreo, jadi masing-masing seolah-olah ragu, bertanya pada diri sendiri "Kekencengan nggak ya mukulnya?", "Segini cukup nggak ya tenaganya?" dan sebagainya. Karena ketika melihat adegan itu, geregetnya berbeda dengan adegan fighting sebelum menit 04.07.

Terus... udah gitu aja. Ada beberapa dialog, dan ekspresi yang agak ngeganjel sih. Tapi karena saya bukan ahli akting, jadi nggak bisa komen soal itu. Kalo saya komen nanti sok tahunya kebangetan.

Ah itu saja dulu lah, saya nungguin kelanjutanya. Akan semakin seru kayaknya. Ada yang bakal nognol lagi nggak ya selain Chika dan Volland? 

Yang saya tulis adalah pendapat pribadi saja. Mohon maaf kalau ada kekurangan, da saya mah apa atuh? Cuma seorang pemuda ganteng yang sok tahu.
Kalau ada masukkan, bantahan, silakan lho, saya tunggu.

Terima kasih!


gambar didapat dari Google image

Saturday, July 25, 2015

Menjelajah waktu dengan LangitMusik, Karena Menjelajah Hutan Sudah Sama Dora

Saya bareng temen-temen SMA, ada yang bisa nebak saya yang mana?


Saya suka nonton acara talk show, karena nggak ada lagi tontonan. Masa mau nonton sinetron? Kadang acara talk show itu membuat saya, seorang alay angkatan perintis merasa bisa lebih dekat dengan bintang tamu yang diundang.

Dalam acara talk show, suka ada segmen kejutan. Dimana si bintang tamu dikejutkan oleh kehadiran seseorang yang dekat dengan kehidupannya, atau seseorang yang pernah berperan besar dalam kehidupannya. Misalkan, ada bintang tamu namanya Dian Saswi, lalu datanglah seorang sahabat bernama Lili Surili yang sudah tidak bertemu selama empat belas kali pergantian presiden.

Lalu mereka bercerita tentang masa lalu, tentang kekokonyolan dan tentang "aib" yang mereka alami dahulu, lalu tertawa bersama, guling-guling, manjat neon, dan makan beling bersama.

Beberapa kali melihat segmen itu, saya jadi iri. Iri kenapa? Saya iri, kenapa saya nggak jadi artis? Padahal wajah biasa, skill nggak ada, modal apa yang nggak bisa saya pakai untuk jadi artis? Apa? Apaa?? Apaaa???!!!

Oke, fokus.
Ehem.

Kalau dipikir-pikir, saya memang nggak punya sahabat. Tapi bukan berarti saya anti sosial, atau sekolah di dasar lautan sama Nemo. Saya punya teman kok, kayaknya...

Maksudnya gini lho, kalau menyebut sahabat, yang saya pikirkan adalah seserang yang sudah bersama dengan kita, menjadi bagian hidup kita selama bertahun-tahun. Walaupun sudah berbeda lingkungan, beda sekolah, beda pekerjaan, dan sebagainya. Tapi masih selalu kontak, selalu bertemu, dan selalu yang lainnya.

Nah, saya nggak punya sahabat dengan tipe seperti itu, yang saya punya adalah teman saja, di SD teman saya yang ini, di SMP beda lagi, Di SMA lain lagi, di Kuliah saya nggak punya teman, karena saya nggak kuliah.

Dan saya ketika berpisah dengan mereka, maka kami tidak ada kontak lagi. Walaupun media sosial sudah banyak, dan saya memang menemukan teman pada masa-masa itu, tapi kami sudah sibuk masing-masing.

Ketika seseorang memiliki sahabat, maka dia bisa bertemu dan membicarakan banyak hal. Bahkan ketika mereka nggak ada bahan obrolan pun mereka bisa membahas masa lalu mereka, dan dengan seketika mereka akan nyambung karena memang mengalaminya bersama.

Lha saya gimana? Saya nggak punya sahabat, saya mau ngobrol sama siapa? Hanya pikiran saya saja yang merekam sejarah kehidupan saya. Itupun kapasitas memorinya nggak seberapa, hanya beberapa hal kecil yang saya ingat. Misalkan, waktu SD saya pakai baju putih-merah, SMP pakai baju putih-biru, SMA pakai putih-abu, kuliah saya nggak pakai baju, kan nggak kuliah.

Lalu di media sosial, heboh mengenang masa-masa keemasan tahun 90an, ya saya sebagai salah satu generasi emas masa tersebut, merasa terpanggil untuk menggali memori. Salah satunya adalah melalui musik. Dan tahun 90an itu adalah masa keemasan industri musik di negara ini. banyak musisi dan musik berkualitas. Dibandingkan dengan sekarang, menurut saya lho yaaaa.

Salah satu musisi yang cukup femeess waktu itu dan masih eksis sampai sekarang adalah Sheila On Seven, atau SO7. Dan saya pun segera memutar lagu-lagu mereka untuk membantu saya mengingat dan memutar kembali sejarah kehidupan masa lalu saya dan teman-teman saya. Tapi ternyata stok lagu mereka terbatas. Lagi-lagi memori saya terhambat.

Lalu datanglah LangitMusik!! Jreng! Jreeeng!!!

Saya instal aplikasinya, dan ternyata dapet buanyaaaak bangeeeet kenangan, eh, lagu maksudnya XD Nih, saya bagi ke kamu. Yang dibagiin tentang aplikasi LangitMusiknya ya, bukan kenangan saya *egimana?

Pas dibuka, udah disodorin segini banyak pilihan:




FIND
Kita ngobrolin soal menu Find ya. Ini tempat kita bisa nyari lagu-lagu favorit. Jangan khawatir enggak ketemu, soalnya ada 2 juta lagu di katalognya. Kalau saya sih langsung nyari lagu Sheila On 7, yes!




MY STREAM
Kalau kamu orangnya bingungan, kamu loh ya, bukan saya. Buka menu My Stream aja, soalnya LangitMusik bakalan ngereferensiin lagu yang cocok buat kita.


CATALOG
Masih tetep galau mau dengerin lagu apa? Buka deh catalog-nya. Ada banyak genre musik, banyak pilihan negara, tapi kalau saya meskipun banyak pilihan tetep paling ganteng.



SOCIAL PLAYLIST
Di menu ini, kamu bisa liat playlist orang dan share playlist sendiri. Saya sih orangnya enggak narsis, tapi saya baik hati dan ganteng, jadi saya yang pengertian ini suka aja share playlist di menu Social Playlist. Kamu bisa ngintip banyak playlist temen-temen di sana, mau dicontek boleh, asal jangan plagiat ya. *apaini*



KARAOKE
Waini nih menu paling kece yang seriiiiing saya buka, termasuk di kamar mandi. LangitMusik Karaoke. Di sini kita bisa nyanyi-nyanyi sebebas dan sepuas hati. Kalau saya kan enggak narsis, jadi nyanyinya di kamar mandi aja, kalau di luaran takutnya Justin Bieber ngerasa kesaingin.



Dan pada akhirnya, walaupun tidak punya sahabat yang bisa saya ajak bicara tentang masa lalu, saya tetap merasa senang, toh saya masih bisa bermain-main dengan imajinasi saya. Konyol memang senyum-senyum sendiri sambil setel lagu, tapi kan masa lalu memang konyol. Dan yang terpenting, walaupun saya tidak punya sahabat, saya masih bisa karaokean dengan bebas, tanpa ada yang protes mengenai kualitas suara saya.

Uh Yeaaaaaaaaa!!!!

Kompetisi Langit Musik

Wednesday, July 22, 2015

Ay... angu...


"Ay... angu..."

Bocah berumur dua tahun empat bulan bangunin gue tadi maghrib. Gue yang mungkin kelelahan abis beraktifitas seharian terbangun. Maklum, lagi puasa, energi serasa terkuras dua kali lipat. ngliat jam udah waktunya buka.

"Ay... agiib..."

Kata bocah itu lagi, kali ini nyuruh gue sholat maghrib dulu. Gue pun sholat, dia ngikutin di belakang, walaupun masih random gerakannya, hahaha.

"Ay... angu..."

Jam lima kurang seperempat bocah itu kedengeran lagi, gue kaget dan terbangun. Dia tidur, ngigau. waktu terus berjalan tanpa nungguin gue. Gue liat muka bocah itu, cantik. Umurnya udah hampir dua setengah tahun, tapi udah pinter. Tapi apalah artinya pinter tanpa mental dan perilaku yang baik. Gue sebagai bapaknya harus mendidik dia buat siap menghadapi masa depan. Tapi katanya anak zaman sekarang beda, nggak bisa dibilangin, harus dikasih contoh. Kalo gue mau dia sholehah, gue harus sholeh duluan. Ini kali ya yang disebut hidayah?

Gue udah bukan bujangan, gue udah jadi bapak, orangtua. Apapun yang gue omongin dan buat, pasti akan ditiru sama anak gue. Gue udah nggak bisa lagi hidup seenaknya, harus mulai jaga omongan dan kelakuan dari sekarang. dia udah mulai tahu kalo sebelum makan sama sebelum tidur harus berdoa. Mau nggak mau gue juga harus mulai ngapalin lagi doa-doa, surat-surat pendek, dan mulai sholat lagi. Gimana ceritanya gue nyuruh sholat, tapi guenya nggak sholat. Ah ini bocah cepet amat pinternya, bikin gue kewalahan

Brrr... dingin banget ini air...!!

"Ay... angu..."

Iya, bawel, ini juga udah bangun, mau subuh dulu...!

"Iya..."

Dih, dia jawab!



Monday, July 20, 2015

SUCI 5, Antara SUCI dan 5 *ehgimana?





Masalah stand up comedy ini terus terang saya bukan termasuk orang yang sangat menggemari, menggemari sih, tapi banget-banget gitu deh. Mengikuti tapi nggak terlalu hafal siapa aja comic yang ada di Indonesia.

Saya nggak nonton kompetisi ini dari pas awal season satu, saya nontonnya pas acaranya tayang, kalo nggak tayang kan saya nggak bisa nonton.

Saya di sini akan membahas secara global aja, nggak akan terlalu rinci. Karena udah lupa bagaimana penampilan mereka satu persatu, hehehe.

SUCI ini sudah lima season, yang dalam harapan saya, makin ke sini, bobotnya semakin bertambah, kualifikasi yang diperlukan pun harusnya semakin tinggi, dan duel harusnya akan semakin seru. Terbukti dari proses audisi, kalo nggak salah SUCI 5 ini adalah audisi pertama yang bisa dibuka untuk umum. Jadi selain harus memuaskan juri, juga harus memuaskan penonton. Dibandingkan dengan audisi sebelumnya, jelas yang ini berat!
Dan ternyata beberapa finalis SUCI 5 ini sudah punya nama, alias sudah dikenal, atau, mungkin, sudah profesional. Kenapa? Karena beberapa dari mereka sudah sering tampil di acara Stand up SUPER Kompas atau Stand Up Comedy Show Metro TV

Eh, boleh nyebut Metro TV nggak? Kalo nggak boleh, nanti saya sensor...

Comic yang saya maksud dengan pro contohnya ada, Barry, Heri Hore, Indra, Dicky, Dani, Rachman, Afif, Tomy Babap.
Heri Hore setahu saya sering tampil di acara Stand Up Comedy Show di Metr* TV (tuh, udah disensor), begitupun juga dengan Barry, bahkan kalau saya tidak salah, Barry adalah salah satu pengisi dalam acara show special Ernest Prakasa and The Oriental Bandit yang diadakan sekitar imlek.
Indra, Dicky, Tomy Babap, saya tahu dari Liga Komunitas Stand up.
Dani yang saya tahu dia pernah ikutan audisi season 4 tapi tidak lolos, tapi dia sempat tampil di grand final season 4.
Rachman yang saya tahu sempat ikutan si season 4 tapi tidak loos, lalu dia tampil beberapa kali di Metr*
Sisanya bukan berarti tidak terkenal, tapi saya yang nggak tahu siapa mereka, hehehe.

Melihat deretan nama-nama di atas, pastinya yang kebayang adalah serunya pertempuran. Bakan di acara Sebelas Dua Belas yang dipandu Panji, salah satu finalis mengatakan bahwa kompetisi ini berlangsung lebih sulit dari yang sebelumnya, karena dari awal show, mereka akan diuji dengan berbagai macam teknik yang harus dibawakan.

Tebakan saya benar. Acara ini seru dari awal!!
Semenjak pre-show, para finalis menetapkan standar yang cukup tinggi. Ibaratnya sih dari sepuluh premis, mereka membuat tujuh punchline yang menggelegar, artinya, tiga kali kita akan ngakak, dan tujuh kali sisanya kita akan dibuat ngakagg!!

Masing-masing finalis membawa persona atau karakter sendiri-sendiri yang memang sudah terbentuk dan sudah kokoh dari awal, bukan dibentuk pada saat mereka sudah menjadi finalis. Ini yang bikin kompetisi season 5 menjadi semakin seru!!
Contohnya, Dicky dengan ngondeknya, Indra dengan absurdnya, Rahmet dengan energi STMnya, Rachman dengan cleaning servicenya, Dani dengan cacatnya, Rigen dengan marah-marahnya, Tomy dengan tomatnya, Afif dengan betawinya, Wira dengan sajaknya dan lain sebagainya.

Finalis ini memiliki keuntungan yang luar biasa menurut saya, karena dengan karakter yang sudah terbentuk dengan kuat tersebut, walaupun mereka sudah tidak berada di panggung kompetisi, mereka akan survive di panggung dunia *asik!

Kalau tidak percaya, silakan cari di youtube dan tontonlah aksi mereka dari awal sampai akhir. Materi yang mereka bawakan menjadi unik, walaupun memiliki tema yang sama.
Ditambah lagi, tidak hanya mereka ber-stand up comedy, mereka juga memainkan sketsa, yang juga memiliki kesulitan tersendiri, terlebih jika biasanya mereka ngelawak sendiri, terus tiba-tiba harus rame-rame, pasti banyak kesulitan yang dihadapi.
Kompetisi ini mengasyikkan sekaligus mengejutkan karena walaupun ada beberapa orang yang belum dikenal atau baru dikenal, katakanlah begitu, ternyata mampu memberikan perlawanan terhadap mereka yang sudah terkenal.
terbukti dari nama yang menjadi grand finalis. Rahmet, Indra, dan Rigen. Mereka masing-masing pernah meraih nilai tertinggi dalam kompetisi ini, bahkan bisa dikatakan Rahmet dan Indra adalah penguasa klasemen! Padahal mereka "baru" nongol malam itu, tapi bisa menyingkirkan nama-nama yang sudah dikenal.

Ini membuktikan satu hal. Walaupun banyak orang bilang, bahwa panggung di luar sana adalah panggung yang sesungguhnya, tapi tidak sepenuhnya benar. Karena walaupun panggung kompetisi SUCI ni dibuat di dalam, bukan di luar, panggung ini memiliki bobot yang sangat berat.
Terbukti dari hasil penlaian, Sekali punchline nggak kemakan, tamat riwayat peserta, kekurangan atau kelebihan waktu sedikit saja bisa amsyong!

Ada yang menarik yang saya lihat, yaitu Feni Rose, kenapa menarik? Karena cantik, dibanding Om Indro atau Radtya Dika? Ya lebih menarik Feni lah! Hahaha. Bukan itu, bukan itu.

Yang menarik adalah, ada kesamaan antara SUCI 4 dan SUCI 5. Saya ambil umumnya aja ya.

Pertama.
Di season 4 dan season 5 sama-sama berderet nama-nama yang sudah dikenal, tapi kebanyakan nama-nama tersebut kandas di tengah jalan. Kalo di season 4 itu ada Yudha Keling, Beni, Liant, Sri Rahayu, dan Praz teguh. Yudha dan beni pernah tampil juga di Metr*, sementara Praz dan Sri kalo nggak salah mereka finalis kompetisi Street Comedy atau apa gitu, sementara Liant sama seperti Barry pernah jadi bagian dari specialnya Ernest Prakasa and The Oriental Bandit.
sementara untuk season 5 udah disebut tadi di atas ya.

Kedua.
Ada dua api dan satu air. Maksudnya gimana? Gini, kita ambil tiga besar.
SUCI 4 ada Dzawin, Abdur, dan David.
Dzawin mencuri perhatian lewat sudut pandang dia sebagai anak pesantren terhadap zaman sekarang, dengan punchline yang keren dan diksi yang rapi. Intelek kalo kata Om Indro.
Abdur mencuri perhatian lewat ketimurannya, dimana dia dengan berapi-api menyuarakan pendapatnya sebagai orang timur terhadap kesenjangan yang dilihatnya antara orang timur dengan orang yang ada di pulau Jawa.
David, dia lebih kalem, kurang lebih sama seperti Abdur dia membawa keresahannya sebagai orang Jakarta yang "terusir" di lingkungannya sendiri. Bedanya, kalau Abdur tidak bisa menikmati fasilitas karena tidak ada, David tidak bisa menikmati fasilitas padahal ada fasilitasnya.
SUCI 5 ada Rahmet, Indra, dan Rigen.
Rahmet khas anak STM dengan kadar emosi dan semangat tinggi. Dia punya energi yang luar biasa.
Indra memiliki kadar keabsurdan yang luar biasa, yang materinya hanya dia yang mengerti, tapi penonton bisa menikmati.
Rigen membawa karakter orang Bima yang suka marah-marah, nyebelin tapi lucu, dan secara fisik cocok membawa karakter tersebut.

Perhatikan.
Dzawin, Abdur, Rahmet, dan Indra adalah tipe peserta yang meledak-ledak, mereka adalah penguasa klasemen, Penampilannya selalu di puncak grafik.
David dan Rigen sebaliknya, tidak terlalu meledak secara rating ketawa, bahkan sempat merasakan nilai terendah dan posisi tidak aman, tapi memiliki penampilan paling stabil, bahkan grafiknya cenderung mengingkat dari minggu ke minggu.
Dan pemenangnya adalah?

Kompetisi memiliki beban yang sangat berat, walaupun banyak orang bilang, lupakan ini kompetisi, bersenang-senanglah, jangan jadikan beban, dan sebagainya. Tapi bagi mereka yang berpredikat finalis atau grand finalis, hal itu tidak mudah! Terbukti pada SUCI season 5 ini.

Rahmet sangat terlihat tegang, tidak santai, terbebani sehingga di penampilan awal grand final dia seolah kehilangan energi yang sebelumnya selalu dia perlihatkan.
Indra pun mengalami hal yang sama, beban yang dia pikul membuat timingnya berantakan. Padahal kata Radit, komedi yang diusung Indra adalah komedi yang sangat bergantung pada timing.
Rigen malah sebaliknya, sebenarnya penampilan dia di grand final sama seperti penampilan dia di show sebelumnya. Tapi karena dua orang finalis lain mengalami penurunan yang drastis, maka penampilan Rigen seolah melesat tinggi dibanding dua orang lainnya.

Kenapa bisa terjadi begitu? Menurut saya, jawabannya adalah MENTAL!

Di sini jelas, bahwa dalam kompetisi, tidak hanya dibutuhkan skill, tapi juga dibutuhkan mental yang kuat, dan Rigen memiliki mental tersebut sehingga dia bisa mengatasi beban dari predikat grand finalis. Mungkin karena dia yang paling tua dibanding dua orang lain, maka dia lebih matang. Masalahnya apakah dia matang di pohon atau matang di karbit?

Yang mengecewakan buat saya adalah Indra. Dia menyerah.
Dia merasa dia tidak mungkin menang melawan Rahmet dan Rigen, sehingga dia memutuskan untuk menjadi beda, dan unik, bukan menjadi hebat dan luar biasa. Ini sah saja sebenarnya, tapi sayangnya ini adalah sebuah KOMPETISI!

Sebuah kompetisi yang diperebutkan oleh ribuan orang, sebuah kompetisi yang bikin kepala Barbie gelindingan. Sebuah kompetisi bergengsi dimana banyak sekali orang memperebutkan posisi yang diduduki Indra saat itu. Dan dia melepaskan begitu saja. Buat saya ini tidak baik, seolah dia tidak menghargai kompetisi ini. Kalaupun dia tidak merasa bisa menang, ya sudah habis-habisanlah, keluar dari zona nyaman, bukan menyatakan diri dengan terang benderang akan menyerah.

Di sini pun mental berbicara, yang pada akhirnya menurut saya adalah penyebab dari keluarnya Rigen sebagai juara pertama.

Di akhir kompetisi disebutkan bahwa comic-comic ini adalah cerminan dari sebuah hal yang sering tidak dianggap penting oleh banyak orang. Yaitu proses!
Karen apa? Karena ternyata beberapa dari mereka pernah mengikuti audisi di season 4 tapi tidak lolos, lalu mengikuti lagi audisi season 5 dan lolos!

Saya tidak mengikuti siapa-siapa saja yang mengalami hal itu, tapi saya percaya selama rentang waktu antara SUCI 4 dan SUCI 5 ini, mereka masing-masing berlatih, menggali, dan menguji coba materi mereka dalam berbagai kesempatan open mic. Bahkan, saya yakin saat ini ada comic yang sedang menulis materi, melatih, menonton penampilan para comic finalis SUCI, menganalisa dan menyiapkan strategi untuk bisa merebut kesempatan menjadi juara di SUCI berikutnya.


Stand Up Comedy Indonesia, let's make laugh!!!





cemAcem








Sunday, July 12, 2015

Preman Pensiun dari kacamata saya yang bermata tapi tidak berkaca

Humanisasi? Apa itu humanisasi? Emang ada kata itu di kamus? Entahlah, cuma buat saya, kata yang berakhir dengan -isasi terdengar keren. Modernisasi, Mobilisasi, Kriminalisasi, sepiring nasi, dan lain sebagainya. Hehehe.

Preman Pensiun ini... KOCAK, serius! KOCAK!
Gimana nggak kocak? Ada orang gede, gondrong, sangar, yang kalo ditanya selalu menjawab dengan capslock "APA!" yang orangnya kayak gini

Tiba-tiba menjadi gini waktu ditelepon sama Kang Mus, atau sama istrinya!


 Atau kekocakkan duet maut antara Murat dan Pipit? Kekonyolan kelompok copet Ubed, Junaedi, Saep, Dewi? Gobang, Boim, Cecep? Dan karakter-karakter lainnya.

Daya tarik utama sinetron ini memang dari sisi komedinya yang cukup menonjol. Tapi jangan dilupakan ada sisi drama juga yang ditampilkan, sisi lain dari keseharian orang-orang yang berprofesi sebagai preman. Kerennya sih sisi manusiawi para preman.

Bahwa seperti KAng Bahar, yang begitu berkharisma dan disegani ternyata begitu menyayangi keluarganya. Tentang seorang Muslihat yang berjuang meningkatkan taraf hidup keluarganya, tentang Komar yang takut istri, dan sebagainya.

Saya akan langsung membahas mengenai ketertarikan utama saya terhadap sinetron ini. Tapi hanya beberapa poin saja yang menjadi ketertarikan saya.
Keunggulan sinetron ini ada pada komedi yang kuat, cerita yang padat, karakter dan dialog yang matang. Lalu apa yang dibahas?
Oh iya, saya bicaranya tentang keseluruhan ya, Preman Pensiun 1 dan preman pensiun 2, oke, lanjut.

Pertama.
Adalah tentang humanisasi yang tadi disebut di atas. Memanusiakan preman-preman ini.
Gini, kita tahu bahwa yang namanya preman adalah raja atau penguasa kecil sebuah daerah yang meraih kekuasaan dengan cara kekerasan. Tapi di sinetron ini, premanisme dibalut dengan apik dengan kemasan sebuah "bisnis" yang dirintis oleh Kang Bahar.
Uniknya, ketika seluruh lapisan masyarakat memandang premanisme ini sebagai sesuatu yang buruk, di sinetron ini premanisme adalah sesuatu yang "wajar" karena premanisme di sini adalah tidak lain dari sebuah badan usaha yang memilik sistem dan memilki kantor. Jadi segala macam alasan yang menurut masyarakat adalah alasan yang mengada-ada, dalam sinetron ini menjadi alasan yang memang wajar. Menjadi sebuah sebab yang memang muncul sebagai sebab-akibat dalam dunia bisnis. Ada pasar, ada produsen. Ada yang membutuhkan jasa, ada yang menyediakan jasa. Suply and demand.
Wajar, sangat wajar. Walaupun KAng Bahar sendiri sudah mengakui bahwa bisnis yang dibangun adalah bisnis yang bagus tapi bukan bisnis yang baik.

Kedua.
Dialog yang matang.
Ada satu dialog yang menjadi kunci poin pertama diatas. Saya nggak hafal dialognya, tapi kira-kira begini. Dialog ini terjadi antara Kang Mus dan Gobang di atas jembatan terminal.
"Tugas kita adalah membantu para sopir mendapatkan penumpang, membantu penumpang mendapat angkutan. Kalau ada orang tua atau perempuan yang membawa barang yang banyak, maka kita harus bantu. Setelah itu baru kita berhak mendapat imbalan."
atau dialog ntara Cecep dan Kang Mus ketika Cecep menagih iuran dan meminta tambahan untuk buka puasa. Lalu KAng Mus bilang.
"Kita hanya boleh menerima apa yang menjadi hak kita, jangan meminta lebih!"

Dialog Murat dan Dikdik.
"Para pedagang minta keringanan, katanya minta nagih iurannya sore karena dagangannya baru ramai sore hari."

Dialog Saep dan Putri beserta dua orang mantan anak buah Saep, mantan anak buah copetnya mennggalkan Saep lalu bertemu di suatu kesempatan.
Saya lupa, dialognya panjang. tapi ada yang catchy "Putri, soal saya mau sama kamu tapi kamu nggak mau sama saya itu hanya keinginan personal, tapi tidak cukup kuat untuk dijadikan alasan kamu meninggalkan saya..."
Di sini dia bicara sangat logis dan jelas beda antara hubungan profesional dan hubungan personal. Hahahaha

Dan banyak lagi dialog-dialog lain yang matang.

Segala macam kelebihan akan dan sudah diutarakan oleh ribuan penggemar lainnya. Saya mau menyampaikan yang menuru saya justru kurang dalam sinetron ini.

Pertama.
Latar belakang.
Kita tahu bahwa seorang Bahar adalah preman yang disegani, tapi kita tahunya hanya dari cerita Kang Mus, hanya itu. tapi belum pernah memperlihatkan kedigdayaannnya sebagai orang yang disegani. Kalau dia terlihat begitu perkasa itu hanya di antara orang-orang yang dia kenal atau yang pernah punya urusan sama dia.
Tapi belum pernah saya lihat dia berurusan dengan orang yang tidak dia kenal dan orang asing tersebut terpengaruh oleh, entah gaya bicaranya, entah gesturenya, atau caranya memberikan solusi terhadap sebuah masalah.
Dan hal ini berlaku juga dengan Kang Mus. Dia hanya terlihat perkasa ketika berhadapan dengan Jamal.

Kedua.
Dialog.
Walaupun ada dialog yang matang dan gurih, tapi ada juga dialog yang menurut saya terlalu panjang.
Misalkan, misalkan aja ini mah ya.
"Kamu kenapa begitu?"
"BEgitu gimana?"
"Ya begitu itu."
"Jadi bingung."
"Bingung kenapa?"
"Begitu kenapa saya begitu?"
"Begitu gimana?"
Dan seterusnya...

Buat saya pribadi, dialog ini agak sia-sia, memang tidak semua dialog harus serius mengingat ini cerita komedi. tapi kalo kepanjangan macam gitu, maka momen komedinya jadi hilang, alih-alih lucu malah jadi dialog yang sia-sia.

Ketiga.
Flow, apa ya bahasa Indonesianya? Pokoknya begitulah ya.
Maksudnya begini.
Cerita ini kan cerita santai. Tapi ada juga bagian-bagian yang gawat. Ketika Jamal bikin masalah, ketika Bahar meninggal, dan sebagainya. Itu adalah bagian cerita yang gawatnya, bagian yang seriusnya. Nah, bagian yang santainya misalkan interaksi antara para preman dengan anggota keluarganya, atau cerita seputar kelompok copet.
Bagian ini menurut saya kurang terbagi rata sehingga mengakibatkan cerita ini agak "ngambang"

Keempat.
Stereotype.
Preman Pensiun ini adalah sebuah sinetron. Dan seperti sinetron lainnya, semua karakter terjebak ke dalam sebuah sumur yang dangkal.
Maksudnya begini.
Karakter yang ada di dalamnya, ya begitu-begitu aja, tidak manusiawi.
Kita ambil contoh Komar.
Dia galak, sangar, tapi takut istri, terus saja begitu. Tapi tidak dieksplorasi lagi kenapa dia bisa menjadi pemimpin di pasar, padahal dibanding Iwan, jelas Iwan lebih unggul, baik secara ukuran badan maupun kemampuan berkelahi. JAdi harusnya Komar memunculkan sesuatu yang lain yang membuat dia pantas memimpin pasar.
Kang Mus juga begitu, selalu tampak sempurna, tidak pernah keclongan. Mungkin kecoongan akan menurunkan wibawa Kang Mus, tapi bisa diakali dengan langkah antisipasi untuk menebus kecolongannya dia itu.

Tapi lepas dari segala macam kekurangan itu, Preman Pensiun tetap memikat dan mencuri perhatian sampai menumbuhkan harapan akan munculnya sinetron-sinetron yang baik seperti sinetron Preman pensiun ini.

Aktor-aktor yang muncul di sinetron ini pun cukup piawai dalam membawakan perannya, Baik itu Epi Kusnandar sampai aktor-aktris lain yang mungkin belum cukup terdengar. Kenapa? Karena walaupun kita ngakak guling-guling melihat atau mendengar dialog dari Kang Pipit. Percayalah, dia tidak selucu itu kalau bertemu langsung!

Dan yang menarik dari karakter di sini, mereka sebenarnya kaya semua! Nggak ada yang bbman atau smsan, mereka langsung telepon kalo ada apa-apa.

Ya ini mah hanya sekedar pandangan saja, cuma pendapat aja. Semoga bisa diterima, da saya mah apa atuh, cuma seorang pemuda tampan yang sok tahu.

Update, mungkin akan ada.
Sanggahan, diskusi, tambahan, dan bantahan, sangat bisa diterima.

Monday, June 22, 2015

Bermalas-malasan dengan elegan.

Blogpost ini dibuat di hari ke enam puasa. Di hari pertama puasa ada tiga kelompok anak-anak/pemuda yang keliling bangunin sahur sambil tatalu dan lempar petasan. Ganggu banget, bukan masalah petasannya, petasan meledk sih biasa, tapi yang ini beda. Entah karena buru-buru atau kenapa, anak-anak itu lupa bawa korek, jadi petasannya dilempar tapi nggak dibakar, tapi bunyi, bunyinya bukan dari petasan tapi dari mulut anak-anak itu. Tahu gitu mah, saya nyumbang korek satu buat mereka, soalnya bunyi petasan dari muut anak-anak itu fals.

Baik dalam kegiatan menulis atau pun kegiatan yang lain, malas itu adalah musuh terbesar kita. Gara-gara malas, semuanya bisa kacau. Tulisan nggak beres-beres, kerjaan terbengkalai, akhirnya? Ya kita sendiri yang akan mengalami kerugian, kasarnya sih, karena malas maka keuangan akan terganggu, hahaha.

Bisakah rasa malas ini diatasi? Secra teori sih bisa, tapi nggak tahu juga, soalnya teori in masih dalam percobaan untuk aplikasinya, kenapa bisa begitu? Karena saya nemu teorinya juga barusan.

Apakah teori ini bisa dipertanggungjawabkan? Belum tentu, karena teori ini tercetus dari pernyataan seorang kawan, seorang kawan. Ingat, satu orang kawan! Jadi margin error nya sangat besar, panjang, lebar, dan luas.

Malas belum ada obatnya, tapi bisa dibalut dengan kemasan yang menarik, sehingga walaupun terlihat maslas, tapi nggak keliatan males banget-banget. Hahaha.

Sebelum kepada cara bermalas-malsan secara elegan, sebelumnya saya mau menjabarkan penyebab dari rasa malas. Si kawan yang tadi bilang begini, kira-kira begini.

kawan 1: Saya mau nulis tapi males.
kawan 2: nulis apa?
kawan 1: saya baru nulis sinopsis sama outline.
kawan 2: wah kereeen.

Segitu aja dulu.

Berdasarkan analisa saya, maka penyebab malas ada tiga.
1. sifat/karakter/pembawaan
2. lelah.

Untuk penyebab pertama, no komeng, namanya juga sifat.
untuk penyebab yang kedua, ini yang mau dibahas.
Malas ini ada dua:
1. lelah faktor X
2. lelah faktor T

Lelah faktor X adalah kelelahan yang disebabkan oleh faktor eksternal. Sekolah, kerja, terus... sekolah, kerja!
Lelah faktor T adalah lelah faktor teknis.

Di dalam seminar MLM sering dikatakan bahwa kita dibatasi oleh pikiran kita sendiri, artinya segala sesuatu yang terjadi, yang kita alami, dan cara menghadapinya adalah buah dari pikiran kita, atau dalam bahasa kerennya adalah mindset. Semangat! Luar biasa! Yes! Yes! Yes!

Eh, maaf.

Bisa karena biasa, maka mari kita biasakan diri untuk tidak malas, caranya dengan mengubah mindset kita.
Kembali ke lelah faktor teknis.
ada beberapa tahapan dalam menulis cerita. Anggap saja standarnya begini,
1. mikirin ide.
2. mikirin sinopsis.
3. mikirin outline.
4. mikirin bab per bab
5. mikirin editing.

Nah, si kawan ini dia sudah sampai tahap 3. Menurut saya, kemalasan yang dia alami adalah yang wajar karena dia kelelahan untuk mikirin tahap 1-3, maka otak dia harus kuling don dulu sebelum menuju ke tahap selanjutnya. Perlu istirahat dulu, perlu malas dulu.

Dalam tahap "malas" ini kita bisa memainkan mindset kita, jangan bilang pada diri sendiri bahwa saya malas mengerjakannya, tapi tanamkan pada diri sendiri bahwa saya tidak sedang bermalas-malasan, tapi sedang mengendapkan ide, sinopsis, dan outline yang didapat. sehingga proses selanjutnya bisa dijalani dengan mudah karena sudah matang terlebih dahulu saat tadi kita bermalas-malasan.

Tahap menanamkan mindset inilah yang membuat kita menjadi terbiasa, dan bisa mengenyahkan rasa malas. Dan pada tahap inilah yang disebut bermalas-malasan dengan elegan.

Tapi tetap harus ada pertanggungjawaban. Mengendap sih mengendap, tapi jangan kelamaan juga keles. Eh, tapi ya nggak bisa maksa juga sih, tergantung orangnya, seperti yang pernah saya tulis di post sebelumnya. Tipe penulis mana kita? Tipe santai atau bukan?

Tapi gini, apakah yang dijabarkan di atas bisa mengentaskan rasa malas? Oh, tentu.. tidak! Karena malas adalah salah satu sifat dasar manusia, cuma kadarnya doang yang beda. Terus kalo gitu, kenapa pake ngajarin bermalas-malasan dengan elegan? Karena saya nggak bisa ngajarin gajah terbang, baru bisa sampe gajah booking tiket pesawat.

Bermalas-malasan secara elegan adalah upaya untuk menipu pikiran kita agar tidak terlena dengan kemalasan, dan lambat laun akan mengganti rasa malas dengan sebuah upaya persembahan karya kita yang terbaik.
*uhuy!

Pertanyaan besarnya adalah, apakah trik tersebut berhasil?
Ya belum tentu lah! Males mah males aja! Kalo berhasil mah udah berapa puluh atau berapa ratus buku yang saya buat? Hahahaha

Malas itu tidak baik, bermalas-malasan itu baik, tapi kalo sekali-kali, sebagai reward dari usaha dan kerja keras kita. Kalo keterusan mah, apa bagusnya?

Ini teori mentah. Tambahan, bantahan, sanggahan, sangat diterima
Jangan terlalu serius, da ini mah bukan rapat kabinet, sekedar canda biasa, tapi memang bercandanya nggak lucu sih. Huahahahaha!!!



Monday, June 15, 2015

Mood Buster

Mood itu apa sih?

Secara sederhana "mood" adalah kata dalam bahasa Inggris yang berarti "bulan", itu mah "moon" ya, bukan mood? Nah, inilah akibat dari membaca kamus sambil bungee jumping.

Semua orang pasti tahu lah ya apa itu mood. Mood itu kan suasana hati sebagai respon yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Kira-kira gitu deh, bedanya sama emosi, kalo emosi itu meledak, dan hanya sekejap, kalo mood bisa lebih lama.

Dalam aktifitas kita sehari-hari, seringkali mood mengambil alih etos kerja yang seharusnya dimiliki. Dan akibatnya? Bisa dibilang seluruh aktifiitas kita jadi berantakan gara-gara mood yang tidak baik. Bahkan tak jarang pula orang-orang di sekitar kita akan terkena imbasnya juga,

Ada dua hal di sekitar kita yang menunjang kepada mood kita.
Pertama "Mood Booster" adalah kondisi, benda, suasana, yang bisa meningkatkan mood kita, bisa mendongkrak suasana hati kita dari tidak baik menjadi baik.
Kedua "Mood Buster" ialah kebalikannya. Kondisi, benda, suasana yang justru bisa menjatuhkan atau merusak susasana hati kita. Dari yang awalnya senang menjadi sedih, dari yang awalnya aktif bergerak menjadi mager.

Yang akan dibicarakan adalah yang kedua, Mood Buster.

 Kita ambil contoh yang sederhana. Misalkan... apa ya, yang sederhana? Oh, rumah makan! Hahaha. Contohnya kok rumah makan. Beli rendang kali ah!

Gini. Misalkan kita mau pergi ke sebuah acara yang di sana ada gebetan kita. Terus ceritanya kita mau dijemput, tapi temen yang mau jemput kita telat, telatnya nggak kira-kira, dua hari! Dan dia datang dengan tanpa dosa. Karena kita gnarep ketemu gebetan, yang mana udah pulang karena kita datangnya telat. Maka mood kita rusak, hancur, sehingga dalam acara yang seharusnya seru itu, kita malah jadi bengong, dan males. Imbasnya, yang lain juga ikutan males.

Mari kita kerucutkan ke dalam bidang penulisan.
Menulis, sebagaimana bentuk kesenian yang lain, konon mengedepankan rasa dalam membuat karya. Maka dari itu beberapa penulis membentuk suasana yang nyaman di sekitar mereka untuk bisa membantu dalam proses pembuatan sebuah karya. Karena percaya atau tidak, apa yang kita rasakan akan tercurah dalam karya yang kita hasilkan.
*tsaah!

Tapi beneran! Beberapa orang akan menyetel lagu cinta, untuk bisa membantu membangun suasana yang romantis, lalu menyetel lagu sedih untuk membangun suasana patah hati, dan menyetel lagu metal untuk membangun suasana yang penuh dengan amarah.
Semua itu dilakukan untuk menunjang hasil karya yang nanti akan dilempar ke publik, asal jangan baper aja, bawa perasaan!

Tapi hidup nggak selalu mulus, selalu ada kejadian yang tidak mengenakkan.
Misalkan begini.
Kita dapet ide, sebuah visualisasi adegan yang sangat romantis, sebuah kalimat yang mengena, sebuah jleb moment! Dengan semangat kita yang sdang berkegiatan di luar ingin buru-buru pulang untuk bisa segera menuliskan apa yang kita dapatkan tadi.
Tapi ternyata, eh ternyata!
Begitu sampai rumah, listrik mati, PLN lagi ngambek kayak cewek lagi PMS. Sementara komputer kita hanya bisa menyala kalo dicolokin. Tapi kita masih berpikiran positif, mungkin nggak akan lama.Tapi ternyata lama, sampai empat jam! Selagi kita nunggu, kita melakukan kegiatan lain, menyapu, mandi, menuliskan ide di atas kertas, bahkan kita merobohkan rumah sendiri dan membangunnya kembali! Tapi listrik belum menyala. Karena kita capek nunggu, akhirnya semua ide bagus, semua semangat lenyap, dan mood kita hilang, rusak.

Dan pada akhirnya ketika listrik menyala, kitanya udah males, idenya udah menguap, visualisasi yang indah itu menguap. Apa yang harus kita lakukan? Apakah ngorek-ngorek engsel kamar? Curhat kepada mas-mas kasir alfamart? Atau pergi ke rumah temen kita lalu numpang ke kamar mandi dan menggalau di bawah shower? Mending kalo punya shower, kalo ternyata hanya punya sumur? Mau gelantungan di tali timba? Ide bagus, eh, ya nggak mungkinlah!

Menurut saya, ada dua hal yang bisa kita lakukan, bergantung pada kita menganggap diri kita sebagai APA.

Pertama.
kita adalah penulis yang santai, yang menulis hanya untuk media curhat, yang menulis hanya untuk diri sendiri tanpa ada niat untuk dibagikan kepada orang lain.
Kalo kita adalah penulis yang semacam ini, maka langkah yang bisa kita ambil adalah, tinggalin aja! Santai! Nanti lagi aja kita menulis kalo emang udah mood lagi, toh nulisnya bukan buat siapa-siapa. Jadi mau nulis paragraf pertama hari ini, lalu paragraf kedua nanti ditulis tiga tahun lagi juga sah!. Santai aja.

Kedua.
Kita adalah penulis profesional yang berkutat dengan deadlline, penulis yang dibayar, penulis yang memang ingin membuat karya lalu karyanya disebar luaskan dan dinikmati oleh khayalak ramai.
Kalo kita adalah penulis macam ini, maka ada satu yang harus dilakukan, yaitu, lawan!
Kenapa? Karena kita punya tanggung jawab, bukan hanya kepada diri kita, tapi juga kepada orang lain. Kepada siapa? Kepada orang yang menunggu hasil sementara orang itu pun punya kegiatan lain, kepada orang yang sudah membayar kita, dan kepada pembaca yang menunggu karya kita yang sudah kita "janjikan" akan segera bisa dinikmati.

Tapiii...
Bukan berarti ngotot juga, yang namanya perasaan kadang suka susah dipaksa. Maksudya bukan berarti karena ada tuntutan anggung jawab lalu kita maksain melotot di depan monitor, nggak juga. Kalo sekiranya mau ditinggal, ya tinggalin aja. Bebas! Tapi kalo bisa sih jangan lama-lama ninggalinnya, karena apa? Karena bisa merusak pikiran, perasaan, dan kepercayaan orang lain yang sudah dicurahkan kepada kita. Dan kalo kita tidak bisa menuntaskan tanggung jawab kita karena kita terlalu lama bawa perasaan, maka kepercayaan itu akan hilang. Paham kan apa yang saya maksud dengan hilang itu?

Akan ada banyak alasan, argumen, pro-kontra, pendapat mengenai mood ini. Yang saya paparkan di atas hanya sebuah pendapat dari beberapa obrolan yang sempat dilakukan atau di dengar. Segala macam bantahan, bila ada, boleh disampaikan kalo mau. Supaya tidak terjadi kesalahan persepsi dan supaya saya bisa belajar. Walaupun saya ini ganteng, tapi ilmunya masih dangkal, dan jumlah kesalahan yang dilakukan sudah melebihi banyaknya pasir di pantai.

Itu saja dulu lah, semoga kita bisa bertemu lagi di kesempatan lain dan bahasan lain.
Terima kasih.

*tutup pintu, lalu kejepit, tapi sok asik seolah nggak kenapa-napa, pintu ditutup baru guling-guling megangin jempol sambil jerit-jerit kesakitan, padahal yang kejepit jempol orang lain.

Sunday, May 31, 2015

Layang-layang melayang-layang

Indonesia yang indah ini selain memilik lebih dari 13.000 pulau juga memiliki 1000 musim. Musim hujan, musim kemarau, musim duren, musim rambutan, musim demo musim razia preman, musim razia begal, musim perbaikan jalan, musim ikan lohan, musim, ikan koi, musim gelomang cinta, musim batu akik, dan tentunya musim layangan.

Kenapa ada musim layangan setelah musim batu akik? Kan judulnya soal layang-layang. Masa judulnya layang-layang tapi yang dibahas luas semesta yang tak seluas cintaku padamu?
*eaaa!

Bulan Mei dan Juni ini, kemungkinan sampai September atau Oktober, memiliki suasana yang sama persis seperti beberapa tahun yang lalu.

Seperti yang kita ketahui, bahwa dua atau tiga tahun ke belakang, cuaca di indonesia, bahkan dunia, nggak jelas. Kata para ahl si ada anomali cuaca. Pergeseran musim. Seharusnya antara bulan Maret sampai April itu adalah musim pancaroba, pertanda musim hujan berakhir. Tapi ternyata lewat April pun masih hujan.

Nah, Bulan Mei kemarin cuaca relatif cerah, kalaupun turun hujan hanya gerimis, nyiram doang biar agak adem. Dan efeknya adalah hanya awan, burung atau pesawat yang menghiasi langit, tapi juga layangan!
Menurut prediksi saya untuk beberapa bulan ke depan, Popularitas layangan akan menempati puncak klasemen, mengungguli kisruh sepakbola, korupsi, dan batu bacan.
Mungkin saking populernya, maka nanti akan ada tayangan investigasi yang menyerukan hati-hai terhadap layangan palsu, layangan sintetis, layangan gelonggongan, atau layangan dari bulu mata celeng!

Suasana ini sangat menyenangkan, seperti beberapa tahun yang lalu sebelum anomali cuaca ini terjadi. Anak-anak berkumpul di lapangan sambil berdiri memegang benang layangan, sesekali menarik benang atau mengulur benang. Sementara anak-anak ceweknya di pinggir-pinggir pada nonton. Saling ejek karena layangannya kurang tinggi. Untungnya di sekitar rumah saya masih ada tanah lapang, jadi pemandangan seperti itu masih bisa dinikmati. And it's priceless!!

Tidak hanya di tanah lapang, di loteng bahkan genteng masing-masing rumah mereka pun dijadikan ajang untuk mengadu skill menerbangkan layangan atau menjatuhkan layangan orang lain. Dan mereka tetap berkomunikasi dengan teman-temannya dengan cara berteriak.

Untungnya, baik itu yang di lapangan atau di loteng masing-masing, memainkan layangan dalam bentuk asli! Dalam bentuk belah ketupat, terbuat dari kertas dan bambu. Mereka mendongak ke langit, berdiri, jongkok, lari, dalam bentuk nyata! Bukan bermain layangan dalam bentuk aplikasi yang bisa dunduh melalui Play Store,

Kebayang mereka kumpul di lapangan sambil jongkok, nunduk ngeliatin layar tablet atau smartphone masing-masing. Nanti ada yang berubah.

Misalkan dulu ngomongnya gini... "Yah, nggak ada angin, tungguin bentar deh agak sore!"
kalo sekarang jadi gini... "Yah, nggak ada colokan, ambil power bank dulu deh!"

Atau mungkin gini.
kalo dulu ngomongnya... "Ada yang kalah! Kejaaar!!!"
kalo sekarang... "Ada yang lowbet! Rebuuut!!!"

Aneh ya?

Cuma, kalo saya pribadi sih lebih suka melihat pemandangan itu dari jauh. Saya tidak mau terlibat di dalam keramaian itu. Karena, seseru apapun melihat anak-anak dan layangannya, ada beberapa hal yang saya pribadi tidak terlalu suka tentang musim layangan ini.

Pertama.
Layangan tidak hanya diterbangkan untuk menghiasi angkasa, tapi juga untuk diadu sebagai bukti kepiawaian si empu layangan dalam menerbangkan layangannya. Nah akibatnya akan ada layangan yang kalah dan nyangkut di mana saja. Di kabel listrik misalkan, atau di antena televisi punya orang lain. Dan namanya anak-anak mereka nggak tahu layangannya nyangkut di mana. Pokoknya kalo nyangkut mereka maen tarik aja. Gimana kalo kabel listriknya mengalami korsleting? Kan bisa berbahaya, belum lagi soal estetika. Kabel listrik yang semrawut itu makin terlihat berantakan dengan bangkai layangan bergelimpangan.
Belum lagi kalo nyangkut di antena. Bikin kezel! Gambarnya kan jadi burem lagi, banyak semutnya lagi. Bayangkan berapa lama waktu yang diperlukan untuk men-seting arah antena, derajat demi derajata, senti demi senti perputaran dilakukan dengan sangat terperinci agar gambar semua stasiun televisi bisa diterima dengan jelas... tiba-tiba buyar karena ada layangan nyangkut di antena. Kzl!!

Kedua.
Anak-anaknya.
Mereka memang seru untuk dilihat, dan pemandangan keceriaan anak-anak memang sangat berharga. Tapi tidak bisa dipungkiri mereka juga menyebalkan dan bikin kezel!!
Gimana nggak bikin kezel? Mereka itu kalo ngejar layangan sembarangan! Masuk ke halaman orang nggak pake permisi, manjat pager, apalagi kalo di jalan, maen selonong aja nyebrang nggak liat-liat! Kalo ketabrak, emang mereka mau disalain? Orang tua mereka yang kelas menengah ngehek itu mau disalahin? Nggak mungkin! Pasti yang disalahin yang nabrak! Yang nabrak nyalahin siapa? Nyalahin presiden! Karena yang nabrak termasuk golongan kelas menengah ngehek juga!
Belum lagi itu anak-anak kalo ngejar pake teriak-teriak, rasanya pengen banget gue rebus mereka!!

Ketiga.
Save the best for last, yang terbaik utnuk bagian terakhir, itulah kenapa daging ayam atau gepuk di makanan kendurian selalu dihabiskan terakhir. Begitupun soal layangan ini.
Dari semua sebab saya tidak terlalu menyukai musim layangan, maka sebab ketiga ini adalah sebab yang paling mendasar, paling prinsipil, paling fundamental.
Sebab saya tidak terlalu suka musim layangan adalah...

... karena saya nggak bisa main layangan...

Untung anak saya cewek, kalo anak saya cowok... nggak kebayang, mungkin temen-temennya lagi asik maen layangan sementara dia asik di pojok lapangan ngunyah jahe.

Hiks...

Thursday, May 28, 2015

Semesta dalam cerita (asik, dari judulnya seolah-olah dalem isinya)

Catatan : Saya ngak hafal banyak, Jadi nama yang akan disebutkan hanya sedikit sekali.

Ehem.
Saya nggak hafal semua nama superhero atau pembuatnya. Di dalam dunia superhero terkenal ada istilah "semesta" sebagai pengganti bumi atau tempat tinggal mereka. Misalkan Marvel Universe dan DC Universe. Marvel dan DC adalah pembuat karakter superhero yang bersaing ketat dalam dunia fiksi. Saya nggak hafal satu-persatu. Tapi secara umum, Marvel adalah The Avengers, dan DC Comics adalah Justice League.

Dan ada lagi universe atau semesta yang lain. Katakanlah, The Incredibles universe, dan Sky High Universe.

Apa yang menarik? Ternyata mereka semua memiliki karakter yang kurang lebih sama antara satu dengan yang lain.
Misalkan.

Di DC Comics ada The Flash, di Marvel ada Quicksilver, kalo nggak salah, lalu di Sky High ada karakter yang bernama Speed, dan di The Incredibles ada Dash.
Mereka semua memiliki kekuatan yang sama, kecepatan.

Contoh lain.
di Marvel ada X-Men, ada tokoh Bobby yang memiliki kekuatan membekukan sesuatu, singkatnya manusia es. Di The Incredibles  ada yang namanya Frozone, kekuatannya sama.

di Dc Comics ada Bruce Wayne yang tidak memiliki kekuatan super, di Marvel ada Tony Stark yang juga tidak memiliki kekuatan super. Kekuatan mereka ada di kekayaan, dan kejeniusan mereka. Bahkan sifat mereka pun sama, sama-sama dermawan dan sama-sama playboy.

Bahkan.
Ada Avatar Aang yang menguasai empat elemen. Ini pun memiliki tokoh kembaran, yaitu Boboi Boy. Beda memang, tapi secara kekuatan sama aja.

Terus masalahnya di mana?
Begini, beberapa waktu lalu ada film berjudul Garuda. dan tanggapan terhadap film itu bisa dibilang tidak begitu bagus. Ada satu komentar yang bilang bahwa Garuda itu sebenarnya Batman versi Indonesia.

Saya pribadi bilangnya sih, terus kenapa? Kalo memang kita bikin Batman versi Indonesia terus kenapa? Nggak boleh? Salah? Enggak lah!

Cuma memang, track record orang-orang yang ngakunya pelaku seni kreatif di negara ini memang meragukan. Banyak sekali cerita-cerita yang secara konsep bahkan secara keseluruhan memang mencontek dari cerita luar negeri, yang parahnya, eksekusinya ternyata lebih jelek dibanding cerita luar negeri.

Seandainya orang kita melakukan apa yang orang-orang di balik para superhero lakukan, maka cibiran itu niscaya tidak akan ada.

Buktinya, The Flash tidak pernah menuntut Quicksilver, Speed, dan Dash karena mengikuti kekuatan dia. Batman sama Iron Man nggak pernah mengadu pengacara untuk memperebutkan hak cipta. Avatar nggak pernah cyber war sama Boboi Boy.

 Artinya, sah aja kalo kita mau bikin Batman versi Indonesia. Yang perlu dicermati adalah. Tokoh-tokoh yang disebutkan hanya memiliki kesamaan dalam hal kekuatan. Sementara Karakter, latar belakang, seting, cerita, dan lain sebagainya SANGAT BERBEDA!

Berarti boleh dong kalo saya bikin karakter superhero dengan nama Safe'i si Tuan Tanah dengan kekuatan mengendalikan tanah. Atau Mat Kuenceng dengan kekuatan lari super cepat.

Panji Pragiwaksono bersama timnya membuat sebuah komik berjudul H2O, ceritanya tentang sebuah robot Hanoman. tentunya tidak secara langsung berkaitan dengan cerita Ramayana, Robinson, atau Matahari *apa sih!
Nah, yang menarik, Hanoman ini mengusung konsep mecha, atau mechanic, atau sederhananya robot lah ya. Dan di Jepang sono mungkn udah ribuan cerita yang menggunakan konsep robot. Dan tidak ada yang menuntut bahwa tidak boleh menggunakan konsep robot karena udah dipake duluan sama Jepang.

Jadi, mungkin saya bisa membuat cerita Gatotkaca dengan gaya Beyblade? Tamiya? Atau membuat Punakawan menjadi pasukan Power Ranger, sah kan?

Menurut saya sah, selama yang sama hanya "kekuatan" istimewanya saja, itu pun yang umum. Karena kalo saya bikin pahlawan super bernama Bacanman dengan kekuatan seperti Green Lantern, yang sama aja nyontek juga.

Sebenarnya banyak sekali potensi yang dimiliki dan bisa dikembangakan. Masalahnya, pelakunya mau nggak eksplorasi? Kedua, medianya ada nggak?
Kalo yang kedua sih kayaknya nggak masalah kali ya, karena banyak media untuk menampilkan hasil karya, di facebook juga bisa.

Yang ketiga, ini yang paling penting. Yaitu, Persatuan Indonesia. Eh, itu mah Pancasila. Tapi sangat penting, karena itulah dasar kenegaraan kita. Hahaha...!

Yang ketiga yang penting adalah. Siapkah publik negara ini menerima sesuatu yang keren yang dibuat oleh anak bangsa sendiri? Atau akan selamanya nyinyir?