Monday, December 26, 2016

Riung Tawa, Berkumpul dan Bersenda

Jadi kemaren itu ya, kira-kira pada tanggal 29 Oktober 2016 ada ini nih...

Riung Tawa, Berkumpul dan Bersenda
Poster Riung Tawa
Itu bukan acara pilkada, tapi sama-sama bisa bikin ketawa, hahahaha.

Yak! Jadi pada tanggal itu ada acara Riung Tawa, semacam nama lain dari Stand Up Nite gitu. Pestanya komika lokal. Saya sebagai pecinta stand up garis putus-putus mendapatkan kesempatan nonton stand up secara live tentunya nggak akan dilewatkan. Karena biasanya saya nonton di TV doang, itu pun kalo anak saya udah tidur. Kalo belum? Ya kalah sama My Little Pony.

Riung Tawa, Berkumpul dan Bersenda
Lalala, bahagianya saya (Photo by : Eva Sri Rahayu)

Pengisi acaranya banyak, komika jagoan lokal semua. Acaranya mulai sekitar jam tujuh. Wah udah semangat berangkat dari rumah bareng sama tiga orang rekan. Tapi karena satu dan lain hal... EHEM! Akhirnya kami telat. Saya melewatkan penampilan dari Gian Luigi, saya datang itu pas penampilan Wanda Urban yang membawakan materi tentang kesundaan dan berkurangnya kesundaan di dalam jiwa raga pemuda Sunda.

Lalu berturut-turut tampil Fandi Bakri, Reynold, Aep, Anyun, Budi Kusumah, Uus, dan komika lain.

Kesan saya gimana ya?
Seru!!!
Serius, saya nonton pertunjukan itu, seperti saya lagi nongkrong sama temen satu geng. Bercanda sebebasnya tentang apa pun. Cela-celaan seluasnya, dari mulai fisik, teman, keluarga, bahkan agama, tanpa ada ketersinggungan. Ketika kita ngumpul sama satu geng seperti dunia itu milik kita. Ngomong juga nggak ada batasan, maka bertaburanlah anj*ng, g*b**k, dan kata-kata lain yang akan sangat disensor. Tapi ya seru aja, karena ketika kita ngumpul dan bercanda maka hal-hal seperti itu udah jadi hal yang "wajar" dan menjadi bumbu penyedap dalam setiap obrolan.

Riung Tawa, Berkumpul dan Bersenda
Penampilan duo MC (Photo by : Eva Sri Rahayu)
Penampilan dari komika juga memikat. Komika yang tampil juga bukan sembarangan, tidak hanya menguasai panggung lokal, tapi juga panggung nasional. Mungkin pernah liat lah muka-muka yang ada di poster di atas nongol di TV. Selain itu juga ada komika lokal yang baru yang ternyata pecah banget! Mereka adalah Reynold dan Aep. Reynold seorang debt collector, dan Aep seorang security. Bahkan Reynold mendapatkan standing ovation dari penonton. Cadas!!!

*kayaknya sih udah lama, cuma sayanya aja yang nggak tahu, hahaha.

Nah, ini pertunjukan sampai jam 11. Tapi waktu jam menunjukkan jam 21.30. Saya rada bingung nih. Karena waktunya sedikit tapi masih ada yang belum tampil. Uus, Boris, Gilang, Ian, dan geng Improvindo. Saya pikir ini mau selesai jam berapa?

Lalu tampil Uus, dengan humor receh tapi yang kepikiran sama banyak orang, karena Uus, saya nggak tahu dia itu orang apa bukan. Nah setelah Uus, naiklah Boris dan Gilang. Lalu disusul Kamal, Ian. Ternyata, mereka tampil keroyokan, ngapain? Roasting Uus! Hasilnya? PECAH!

Riung Tawa, Berkumpul dan Bersenda
Foto bareng Mosidik

Ada yang berbeda dari Riung Tawa ini. Ketika acara lain dari awal sampai akhir menyajikan tawa yang tak berkesudahan. Riung Tawa menyajikan sebuah momen penuh haru. Uus yang menjadi korban roasting berbicara cukup banyak di atas panggung. Tentang dia, teman-temannya, komunitasnya, keluarganya, dan banyak lagi. Penonton disajikan sisi lain dari diri Uus yang seketika itu membuat suasana menjadi hening, baper. Tapi saya pribadi angkat topi untuk Uus.

Riung Tawa ditutup dengan penampilan dari Improvindo. Tahu Improvindo? Grup yang digawangi oleh Mosidik, Isman, McDanny, Reno Fenandi dan Randika Jamil. Mereka tampil dengan format komedi improvisasi. Dan hasilnya? Sebuah penampilan penutup yang PECAH!!!

Riung Tawa, Berkumpul dan Bersenda
Photo by : Eva Sri Rahayu

Tapi begini, ada yang meresahkan buat saya.
Acara ini keren, keren banget, sumpah! Cuma gimana ya? Beberapa komika tampil dengan kesan, menurut saya, "tidak menghargai" acara ini.

Gini. Ini kan pesta ya. Selayaknya pesta, semua orang tentu ingin tampil baik sebaik-baiknya. Tapi ada yang tampil nggak baik. Gimana? Dengan membawakan materi lama. Saya penyuka komedi, saya paham sulitnya membuat materi komedi, beneran, paham saya! Tapi cik atuh, kan penonton datang dengan ekspektasi tinggi, melihat komikanya, udah nasional. Tapi kok materinya materi lama semua? Buat saya ini bukan sebuah penghargaan terhadap acara. Ini acara istimewa, kok suguhannya nggak istimewa, apalagi mengingat yang tampil itu adalah yang pernah tampil di kompetisi yang diadakan oleh TV nasional yang punya nama besar. Ada yang pembukaannya menggebrak, pake tarian, tapi materinya. Kalo kata juri kompetisi, tipis. Dan sayangnya ditambah tempo yang pelan, malah menambah ketipisan materi itu.

Lalu soal bahasa. Saya nggak keberatan tentang adanya kata-kata kasar yang bertaburan. Sing demi aing mah selow! Tapi yang bikin kaget adalah ketika MC bilang di situ ada anak kecil. Sumpah saya kaget! Saya nggak tahu anaknya sekecil apa, tapi ketika si MC nanya-nanya ke arah bangku si anak. Kayaknya sih belum lulus SD kayaknya. Tapi bertaburanlah kata-kata itu, dari binatang, anatomi tubuh perempuan, aktifitas seksual dan sebagainya. mah dari mulai saya tahu ada anal kecil itu lah, saya mulai merasa nggak nyaman nontonnya. Waktu di rumah pun saya bingung, kenapa saya jadi canggung sendiri? Komika ngomong apa, saya ngeliat ke arah tempat duduk si anak.

Tapi mari kita berprasangka baik saja. Mungkin orang tua si anak adalah orang tua yang cerdas dan bijaksana sehingga bisa menjelaskan arti dari "Ng**e sama knalpot" itu apa.

Yang menjadi catatan terakhir adalah venue. Masuk ke venue di situ, seperti bukan masuk ke acara pesta. Tapi seperti masuk ke acara seminar malam, beli rumah tanpa hutang, atau acara motivasi dan ESQ. Serius! cuma ada panggung, dengan latar poster Riung Tawa, udah. Di Pinggir-pinggirnya nggak ada umbu-umbul, spanduk, baligo, janur kuning, tabung gas LPG, atau apa gitu yang memeriahkan acara.

Riung Tawa, Berkumpul dan Bersenda
Foto-foto dulu sebelum pulang (Photo by : Eva Sri Rahayu)
Tapi kembali lagi, walaupun ada beberapa catatan. Menurut saya, acara Riung Tawa ini seru. Sebuah acara dimana saya merasa seperti sedang berkumpul di ruang sekretariat ekskul di sekolah. Ngobrol ngalor-ngidul cacaprukan nggak jelas. Tapi terasa meriah, seru, hangat, dan dekat. Riung Tawa, tempat kita ngariung dan tertawa. Sederhana tapi bahagia.
#naoooonatuhcenahieuteh
#soktau
#sokasik
#tapiganteng
#katasendiri
#huahahahahaha

Friday, November 11, 2016

Kids on Duty bagian setelah pertama

Setelah sekian lama saya bergulatdengan kemalasan update, akhirnyasaya berhasilupdat. Ceritanya udah basi? Mungkin? Tidak menarik lagi? Bisa jadi.tapi sayanya penasaran pengen terusin, hahahaha.

Setelah bertemu dengan bocah nyebelin yang pengennya saya lemparkelapa sekebon, saya ketemu lagi anak yang lucu.

Jadi ceritanya di sebuah gang yang lumayan lengang, ada empat orang anak perempuan lagi main sepeda. Lalusi anak yang lebih gede turun dan nuruh adiknya duduk di jok depan. Kita simpulkan mereka adalah kakak-adik,karena yang lebih kecil manggil yang lebih gede dengan sebutan Teteh.

Lucunya adalah, si kakak bilang gini. iniobrolannya dalambahasa sunda, tapi udah saya terjemahkan.
Kakak :sok duduk sini.
Adik :nggak mau, takut.
Kakak : nggak apa-apa,dipegangin sama Teteh.

Lalu si adik naik ke jok depan.

Kakak :nah, kakinya taruh sini (pedal), ayo, kayuh.
Adik: Teteh! Teteh! Jatuh!
Kakak : Enggak kan dipegangin sama Teteh!

Terus mereka jalan beberapa meter.

Kakak: tuh kan, nggak jatuh kan?

Terus si kakak godain gitu adiknya. Pura-puranya mau dilepas.
Kakak : hayo, jatoh, jatoh!

Terus si adik jerit-jerit, si kakak ketawa-ketawa, terus bilang ayo coba lagi, nanti juga bisa.

Awww... so sweeet!
Seriously, it was sweet.

Kalo ketemu anak kecil itu kita suka dibikin speechless gitu ya.
Jadi gini, saya kirim paket ke sebuah rumah. Di situ adaanak kecil yang lagi nonton tv. Saya ketok pintu. Terus dia nongol di jendela.Terus saya tanya "Papanya ada?"

Apa yang dia lakukan?
Dia nggak jawab, dia balik kanan.Manggil bapaknya? Enggak! Dia cuek duduk dan nonton tv lagi!
Saya yang... gimana ya? Pengen caci maki tapi itu anak kecil. Pengen ketawa tapi kesel, pengen kesel tapi anak kecil!

Saya ketok terus pintunya, dan diacuekaja.Dia nengokterus mukanya tuh kayak yang "Apa sih?" nyolot men!

Untungnya kakek-neneknya datang dan save my day.

Tahu nggak? Tiap lewat rumah itu, gondoknya berasa lagi lho, kayak penyakit kambuhan gitu.



Sunday, September 4, 2016

Kids on duty bagian pertama

Anak-anak itu punya daya tarik tersendiri di bumi ini, karena kelucuan dan keterbatasan mereka. Misalkan anak balita gendut chubby akan sangat menggemaskan karena ketika tersenyum matanya ilang. Dengan modal kegemesan mereka, anak-anak mampu menarik perhatian lebih dari orang dewasa. Contohnya Sky, anak komedian Ernest Prakasa. Vlog dimana ada Sky di dalamnya menarik lebih banyak viewers dalam waktu singkat dibanding bapaknya. Atau Rasi, anak Bu Eva, kawan saya, rakyat jelata. Video dia subscriber nya lebih banyak daripada emaknya.

Atau anak-anak yang mampu melakukan sesuatu yang biasanya orang dewasa lakukan. Main gitar, main bola, bahasa asing, kungfu, silat, karambol, atau drag racing. Pokoknya anak-anak itu makhluk yang tanpa cela dan dosa, dan selalu menarik perhatian orang dewasa.

Iya gitu?

In my line of duty I met kids too, lots of kids. Banyak bocah yang saya temui. Salah satunya yang menarik adalah sepasang kakak-adik di Gg. Pln di daerah kiaracondong, daerahnya deket rumah saya. Kalo yang jauh dari rumah saya itu Surabaya, jauh tuh, di jatim.

Apa menariknya anak-anak ini? Secara fisik biasa aja, sama kayak anak seumuran mereka. Nggak berkulit sisik berkepala komodo, enggak. Biasa aja. Tapi yang menarik adalah bahasanya, mereka pake bahasa Elf, bahasa yang dipake Suju. Eh, beda elf ini mah.

Di saat orangtua lain ngomong ke anaknya menggunakan bahasa Indonesia dengan logat sunda yang pekat, sepekat aspal. Tapi mereka pake bahasa Sunda, dan istimewanya lagi, bahasa sundanya halus, halus banget. Buat yang ngerti pasti ngerti, buat yang nggak ngerti, plis ngertiin aku *eh

Anak itu ngomong gini.
"Tos, we ah moal dicandak ameng da pananganna can diwasuh. Paa, Dede mah teu kedah dicandak, teu acan wawasuh!"

Saat itu saya merasa, wow! Saya terus terang terkejut. Ada anak yang mampu bicara dengan bahasa halus. Padahal mereka tinggal di gang, yang notabene anak-anaknya kalo ngomong sunda ya ngomong kasar, pengen saya ampelas mulutnya. Beneran!

Lalu ada lagi di daerah Cijagra, Buah Batu. Saya nganter paket ke sebuah alamat, saya ketok pintunya, nggak ada respon, saya gedor! Tiba-tiba saya digetok dari sama bapak-bapak dari balik pintu, ternyata yang saya gedor pintu angkot. Saya langsung kabur.

Saya berhenti di depan sebuah rumah. Cek dulu alamatnya, kali aja saya gedor pintu angkot lagi.

Oke, alamat tepat, nomor sama, pager kebuka, yes! Saat itu seolah saya sedang disinari oleh sinar harapan. Orangnya pasti ada! Saya ketok, lima menit, sepuluh menit.

"Mau ke siapa?"

Ada suara anak kecil. "Mama ada? Ini ada paket!"

"Nggak ada, lagi keluar!"

Ada yang aneh, ada suara tapi nggak ada bayangan di kaca jendela. Pas nengok ke belakang, ternyata bocah itu ada di luar. Saya keluar lagi. Terus nanya si anak.

"Mamanya kemana?"
"Nggak tahu, lagi keluar. Ini bukan rumah aku, rumahnya Ari."

Ya ampun, kirain anak yang punya rumah. Si anak itu manggil anak yang namanya Ari, terus si Ari ini nyamperin.

"Ada apa Om?"
"Ada paket buat mama kamu."
"Mama nggak ada, Om."
Gue juga tahu, kata saya dalam hati. "Ya udah kamu aja yang terima ya,"

Saya pikir biar cepet, saya kasih aja sama dia toh itu anak si ibu yang saya tuju, terus saya tulis namanya terus udah selesai. Eh nggak tahunya.

"Nama kamu siapa?"
"Dodong Tarmizi!"

What? Serius nih? Maksudnya, bukan apa-apa, ini anak cakep, keurus lah. Masa iya namanya begitu rupa? Tapi ya sudahlah tulis aja.

"Eh bukan Om, namanya Ari!"

Bocah songong, dia main-main, saya tulis namanya Ari.

"Nggak tandatangan Om? Tanda tangan dong!"

Waduh, ni bocah bikin geregetan! Ya udah gue kasih resinya, dia tandatangan. Terus udah gitu dia pergi gitu aja.

Pengen rasanya saya timpuk itu bocah pake kelapa muda, SEKEBON!!!

Bersambung...

Tuesday, June 14, 2016

Puasa tahun ini


Puasa tahun ini agak aneh buat saya, karena puasa tahun ini saya merasa... lapar dan haus. Ya iyalah namanya juga puasa, perut berasa lapar. Kalo puisi berasa indah. Eaaa

Terus terang, buat saya puasa tahun ini berasa lamaaaa banget, mungkin karena ada perbedaan agenda hidup kali ya.

Tahun ini, selesai sahur saya tidur sebentar, lalu bangun terus mandi, kalosempet. Terus berangkat kerja ngirim paket keliling kecamatan. Baru buka puasa.

Tapi tahun lalu juga nggak jauh beda agendanya. Selesai sahur tidur, terus tidur, terus tidur, bangun, buka, bangun terus sampe sahur.

Tuh, sama kan?

Paling berat buat saya adalah menahan kebiasaan. Kebiasaan saya bangun pagi adalah minum air putih, tapi sekarang nggak bisa, saya harus nahan. Akhirnya saya ganti kebiasaan saya dari yang sebelumnya bangun tidur minum air putih jadi minum kopi.

Terus terang hari pertama puasa tahun ini mengingatkan saya kepada hari kedua saya kerja, kejadiannya hampir sama, jadi serasa deja vu gitu. Melibatkan kiriman yang banyak dan hujan.

Jadi gini, semenjak partner saya keluar, atau dikeluarkan nggak tahu juga. Saya jadi megang dua kecamatan kayak pertama kali masuk. Dan saya waktu itu bawa hampir empat puluh barang.

Hari pertama puasa itu hari senin kan ya? Dan hampir setiap hari senin barang itu numpuk banget. Sampe semua karyawan nggak bisa masuk, akhirnya kami pulang dan bubar deh kerjaan huahahaha!!!

Kondisinya waktu itu crowded banget. Ripuh edun, saya datang jam setengah sepuluh, nongkrong, ngobrol, dan berangkat pas adzan lohor. Walaupun saya bawa barang hampir empat puluh, tapi saya optimis bisa menyelesaikan semuanya. Karena saya tengok, alamatnya mudah semua, di pinggir jalan dan di dalam komplek.

Nggak ada yang harus masuk gang, naik-turun lembah, nanya ibu-ibu yang lagi nyari kutu, atau mengahadapi pasukan benteng takeshi. Semuanya bisa diatasi.

Saya udah bikin perencanaan matang. Dari sini mau ke sini, terus ke situ, ke sana en corporesano. Pokoknya rapi banget.

Kemudian...
*lampu redup, musik melow

Kemudian langit mulai kelabu, saya pikir, oke udah mulai deket maghrib, wah waktu terasa berlari dengan cepat. Saya liat jam, lalu saya sadar kalo saya nggak pake jam. Tapi walaupun nggak pake jam, saya masih pake celana. Aman!

Saya liat hp saya, ada jamnya, canggih ya hp jaman sekarang, ada jamnya, keren!

Saya liat jam di hp saya, tapi kok masih sore, masih sekitar jam empat. Tapi kok gelap? Wah, perasaan saya mulai nggak enak. Langit gelap, angin kenceng. Hujan!

Langsung saya geber motor saya, tapi motor saya nggak mau lari, entah karena beban yang berat atau gimana sehingga dia nggak mau lari. Saya cek, ternyata motornya belum saya nyalain. Saya nyalain, terus saya geber. Alamat kelewat, balik lagi, pas nyampe ternyata salah alamat. Tinggal.

Dan di tengah perjalanan hujan turus. Badag! Deres! Banget! Oke, hujan besar, biasanya kalo hujan besar itu durasinya pendek. Saya tungguin, lho kok nggak berhenti juga? Sampe lewat maghrib saya tungguin, nggak berhenti juga. Saya heran, apa ini hujan nggak pada buka puasa atau gimana gitu kan.

Dan akhirnya sampe adzan isya hujan masih turun. Saya liat motor saya, masih lengkap. Maksudnya setang masih ada, mesin masih nempel, roda masih dua. Saya liat lagi. Wah, ternyata motor saya ada tambahannya, barang yang belum terkirim. Gawat! Saya tepok jidat tukang lumpia.

Di situ saya merasa bimbang. Apa yang harus saya lakukan. Apakah tetap nekat hujan-hujanan ngirim barang atau pulang? Akhirnya karena saya adalah manusia tampan biasa yang tak berdaya, saya memilih pulang. Dan bilang ke pengawas bahwa saya nggak bisa lanjut karena hujan.

Besoknya saya ke kantor dengan barang bawaan yang banyak itu. Dan saya bilang ke pengawas.

"Pak, ini barang gagal terkirim kemarin," kata saya.
Terus dia bilang. "Maaf, Bapak siapa ya?"

Wah, saya salah kantor. Saya keluar, terus masuk ke kantor saya yang asli. Dan pengawas saya cumabilang. "Tumben, kok bisa?"

Ya saya ceritakan yang sesungguhnya. Tentang hujan, tentang alam, tentang cinta, tentang rahasia alam semesta dan tentang takdir Tuhan.
#beraaaat

Ternyata bukan cuma saya, kurir yang lain juga mengalami hal yang sama. Kumayan lah ada temen.

Pengawas saya bilang, ya udah sekalian aja bawa lagi, coba kirim lagi. Dan saya bawa lagi ditambah beberapa barang baru. Alhamdulillah lanca sampai sekarang.

Setelah saya analisa lagi. Ternyata hujan bukan satu-satunya penyebab saya gagal tugas. Tapi faktor kesombongan. Saya menganggap remeh karena saya merasa mengenali semua alamat dan bisa menjangkaunya dengan sangat mudah. Benar kata orang. Yang menghancurkan kita bukan orang lain, melainkan kesombongan yang berasal dari diri kita sendiri.

#daleeem
##tepuktangansodara!!!

Monday, May 30, 2016

Dilema

Di tengah lingkungan yang serba sempit ini, saya beruntung tinggal di rumah mertua yang punya sedikit lahan lebih di depan rumah yang bisa dipakai buat main anak lari-lari, jemur baju, bercocok tanam walaupun yang ditanam cuma pohon cengek-surawung-daun bawang-sawo cebol. Bisa dipakai buat cuci motor, belajar motor, pertandingan timnas, dan latihan F1.

Dan musim mau kemarau-tapi masih ujan ini adalah musim bercengkramanya kupu-kupu, capung, londok, belalang sembah, dan nenek-nenek sekitar rumah. Karena kalo pagi mataharinya enak dinikmati.

Bocah-bocah juga begitu, sambil lewat sambil nyari londok atau simeut. Menyenangkan melihat mereka berburu serangga, teriakan antusias dan pekik kekecewaan mereka sangat khas ketika menemukan dan kehilangan simeut itu.

Masalahnya adalah, mereka nginjek-nginjek tanaman yang susah payah ditanam sama mertua saya. Untung saya nggak punya genkidama, kalo ada udah saya tembak bocah-bocah itu. Ini kan dilema ya? Senang melihat suasananya tapi sebel sama kelakuan bocah-bocah itu.

Dilema kan?

Lalu apa hubungannya dengan catatan roda dua ini? Apa hubungannya? Nggak ada, cuma kebetulan bocah-bocah itu lewat, jadi aja saya tulis.

Saya kayak ibu-ibu gosip ya? Ada apa dikit diomongin hahaha

Atan tetati, gini... ini sedih ceritanya nih.

Di ekspedisi ini pembagian wilayahnya per kecamatan domisili. Saya kebagian dua kecamatan karena domisili memang daerah situ. Waktu awal masuk sih barangnya belum banyak, masih bisa handle. Lalu datang orang baru, dia pegang kecamatan satunya. Beban saya berkurang banyak. Ashar itu maksimal, pasti udah beres.

Nah seminggu terakhir agak horor nih, orang itu nggak masuk. Barang saya sedikit.

"Barangnya segimana, Pak?" Kata pengawas.
"Dua belas," kata saya.
"Ya udah, bawa aja yang itu, dikit juga kok," kata pengawas lagi.

Saya itung, total jadi dua puluh. Oke, tidak masalah. Dan selesai sekitar maghrib, karena saya harus meraba daerah yang saya nggak tahu.

Saya pikir dia nggak masuk satu atau dua hari aja, nggak tahunya sampe hari ke empat dia masih nggak masuk. Saya liat barangnya banyak. Saya samperin bos saya.

"Pak, barang yang ini saya bawa juga?" Tanya saya.

Si bos celingukan, berkacak pinggang, terus terbang, lho?

Enggak, si bos geleng-geleng. "Dia nggak masuk lagi?"
"Enggak, kata temennya sih dia sakit," kata saya.
"Sakit apa? Nggak punya duit?" Kata si bos.

Wah, kalo nggak punya duit mah itu penyakit semua orang. Penyakit paling mematikan, karena penyakit nggak punya uang memang tidak membunuh badan secara langsung, tapi bisa membunuh hati dan pikiran #beraaaat

Lanjut
Terus si bos bilang gini. "Ya udah kamu aja yang bawa, mau gua coret aja, pusing gue!"

DHUAARR!!
Mampus gue! Barangnya banyak. Dan selama seminggu terakhir saya kirim minimal tiga puluh, bahkan beberapa hari yang lalu saya kirim empat puluh lima alamat. Saya nggak tahu apakah itu masuk banyak atau enggak. Untuk kurir tiga huruf mungkin biasa, tapi buat saya, saya capek. Selesai di atas maghrib, jam delapan. Lelah.

Nah, suatu hari pas saya lagi di jalan, lagi istirahat di bawah pohon, pinggir jalan komplek mewah. Si kawan ini sms saya, nanyain kenapa nggak bisa login. Lalu dia kasih pin dan password dia. Sebelumnya saya cobain dulu punya saya, saya bisa dan ternyata punya dia memang nggak bisa.

Berarti benar, dia udah dicoret. Dia panik, dia nanyain soal uang bensin dan sebagainya yang memang hak kami. Dengan pahit saya bilang kemungkinan sih angus.

Dan ternyata dia bilang kalo dia sakit, saya suruh aja dia ke kantor. Dia nanya kantor apa, saya bilang kantor KUD, ya kantor kita lah! Orang panik sendiri malah becanda!

Nggak tahu deh udah ke kantor apa belum, saya belum ketemu.

Inilah yang jadi bikin dilema.
Di satu sisi saya kasihan, karena sakit nggak bisa dihindari. Tapi di sisi lain kenapa dia nggak kasih kabar. Si bos kan kecewa, berasa di php, digantung. Cowok mana yang suka digantung?

Di satu sisi saya merasa, sukurin, makanya kerja yang bener.

Gaji yang kami terima memang kecil. Tapi menurut saya, besar atau kecil gaji yang kita terima ya itu tanggung jawab kita. Dan resiko kita ketika kita terima kerjaan itu.

Saya kasihan, karena dia, saya, dan rekan lain adalah orang yang butuh. Makanya walau hasilnya sedikit. Tetap kami kerjain kerjaan itu, mana bentar lagi puasa. Pasti butuh. Paham kan?

Tapi di sisi lain saya menyesalkan, kenapa dia begitu. Kurang etis, saya nggak tahu alasannya apa, tapi kurang etis aja.

Kenapa saya lihat dari sisi itu? Karena kalo dilihat dari tengah, ketabrak.

Dan sekarang, badan saya rontok! Tolooong!

Sunday, May 8, 2016

Yang pertama selalu yang... uh...

Kalo membahas sesuatu yang bersifat pertama itu selalu terasa mengesankan. Misalkan juara pertama, posisi pertama, pacar pertama, honor pertama, malam pertama, goceng pertama, dan sebagainya...

Tapi untuk cewek nggak semua yang pertama itu menyenangkan. Coba aja tanya cewek soal mantan yang jalan sama pacar barunya pas dia lagi hari pertama menstruasi. Kalo kita masih dalam keadaan utuh dan tidak berubah jadi kue cubit, kita sudah bisa dikatakan beruntung.

Atau soal kali pertama? Pertama kali jatuh cinta, pertama kali patah hati. Nah saya mau cerita soal hari pertama, hari pertama dunia ini diciptakan *beraaaaat :D

Saya mau cerita soal hari pertama kerja. Sebelum membahas ini timbul pertanyaan, apakah penting membahas hari pertama kerja? Ya enggak! Tapi saya orangnya ngeyel, jadi saya tetep cerita.

Buat yang sudah bekerja, proses ngelamar kerja itu umumnya gimana sih? Setahu saya, pertama kita mengajukan lamaran, lalu wawancara, lalu tes, dan keputusan apakah kita lolos seleksi atau tidak.

Beberapa tempat mungkin ada psikotes dan sebagainya, tapi gampangnya gitu aja lah ya.

Nah, saya juga mengalami begitu. Saya melamar kerja di perusahaan logistik bernama Wahana, bergerak di bidang pengiriman paket baik besar atau kecil. Nah, saya ngelamar di situ. Saya datang, diliat lamarannya, terus ada penjelasan soal jobdesc, terus disuruh nunggu seminggu. Setelah tiga hari lewat, nggak ada panggilan. Udah was was nih, seminggu lewat nggak ada panggilan juga, ya sudah berarti nggak lolos.

Di situ saya mikir, kok nggak lolos ya? Saya percaya rejeki ada yang ngatur, kalo sudah rejekinya ya berarti milik kita, kalo bukan ya bukan. Tapi saya juga percaya bahwa rejeki itu harus dicari, diusahakan. Jadi sebelum saya mengikhlaskan, saya evaluasi dulu. Saya buka file lamaran saya. Saya cek, ok, lamaran menggunakan bahasa Indonesia yang saya rasa baik dan benar, saya nggak pake bahasa Swahili. Saya tulis lamaran pake huruf latin, bukan pake sandi rumput.

Lalu saya ingat-ingat lagi, saya print di atas kertas biasa, bukan di atas daun lontar, atau dipahat di atas batu.

Memang waktu ngelamar ada yang pake tulisan tangan. Konon katanya tulisan tangan lebih disukai karena bisa digunakan untuk membaca kepribadian. Tapi tulisan tangan saya itu istimewa. Kalo saya pake tulisan tangan, takutnya malah disangka kode rahasia peluncuran nuklir, nanti saya ditahan, kan bisa batal kerja.

Dari situ baru saya bilang, belum rejeki, can milikna, kalo kata orang sunda.

Tapi semesta suka bercanda, selang satu-dua bulan kemudian, nongol lagi info lowongan kurir di tempat yang sama. Saya konsultasi sama istri saya, ngelamar lagi jangan? Katanya coba lagi, ya saya coba lagi.

Saya tulis lagi lamaran, dengan perbaikan. Misalkan dengan menulis pengalaman kerja yang lebih lengkap walaupun nggak ada hubungan sama dunia kurir.

Catatan, pengalaman kerja adalah sesuatu yang kita kerjakan dan kita mendapat upah dari situ. Jadi kalo stalking tl mantan, itu bukan kerjaan, walaupun stalking itu kata kerja.

Nah ini masalahnya, saya pikir akan seperti pertama ngelamar prosesnya. Kasih lamaran, penjelasan, dan penantian. Ternyata enggak. Saya kasih lamaran, langsung wawancara, dan training hari itu juga. Jadi hari itu saya langsung ngirim barang. Saya dikasih sembilan, biar nggak kaget. Tahu aja mereka saya orangnya kagetan, saya bersin aja suka kaget sendiri.

Dan berangkatlah saya ke alamat tujuan, empat barang pertama lancar, selanjutnya, hujan. Nggak gede, tapi basah. Hujan reda saya lanjut lagi. Dan ternyataaa....

Saya meremehkan kekuatan hujan, walaupun tak deras tapi berhasil menembus jaket. Aneh, padahal secara periodik saya harusnya nggak tembus pada tanggal itu *ehgimana?

Saya panik! Dari kantor saya disuruh balik lagi kalo udah beres, tapi karena saya dilanda panik disebabkan oleh basahnya kertas resi yang saya bawa, maka saya nggak langsung pulang, saya berangkat dulu ke Raja Ampat buat menenangkan pikiran dan di sana saya bertemu dengan Bu Kek Siansu dan saya disuruh pulang *iniapaaa!!

Karena panik, saya pulang. Dan melihat kertas basah, otomatis harus dikeringkan, gimana caranya dikeringkan kalo nggak ada matahari? Pake setrika!

Ya gimana lagi, yang nyampak hareupeun beungeut ya cuma benda itu, jadi saya manfaatkan setrika itu untuk mengeringkan kertas selayaknya anak kos bikin roti bakar.

Dan ternyata, kertasnya ada dua jenis. Yang satu hvs biasa, yang satu lagi semacam kertas fax, yang ketika kena panas jadi gosong! Panik lagi, kok bisa tolol saya!

Dengan pasrah, saya bawa kertas itu ke kantor, dan mereka maklum. Tidak masalah, nomer resi masih terbaca. Aman. Dan terjadilah dialog berikut...

"Tadi barang berapa?" Tanya Bos.
"Sembilan, Pak," jawab saya.
"Sembilan ya," kata si Bos lagi.
Lalu ketak-ketik komputer. "Tapi di catatan sini sepuluh," kata si Bos.

JEDEEEER!!!!
suara petir.

Dan saya kaget, karena petir. Dan karena di catatan barang ada sepuluh, tapi yang saya bawa cuma sembilan. Berarti kurang satu! Kurang satuu!! Kurang satuuu!!!

"Tapi di saya cuma ada sembilan, Pak," kata saya, karena saya yakin, yakin seyakin kalo saya ini ganteng... *hmm

"Coba diinget lagi," kata si Bos. "Siapa tadi pengawasnya?"

"Pak Budi,"
Lalu saya coba inget-inget lagi. Seekor cicak lewat di tembok, saya jadi bertanya apa yang terjadi kalo cicak itu tepuk tangan. Lalu, aha! Saya ingat! Tadi saya bawa sembilan, tapi ada yang nitip, jadi memang sepuluh barangnya, tapi seinget saya, nitipnya nggak jadi. Jadi tetap sembilan. Sayangnya saya nggak inget siapa yang titip.

Akhirnya saya disuruh pulang, dan kembali lagi hari senin untuk dipertemukan dengan pengawas. Ih saya jadi deg-degan!

Yang ada di benak saya cuma hal-hal yang buruk. Bayangkan, hari pertama tapi saya melakukan kesalahan yang bisa dibilang fatal! Gimana kalo ternyata memang sepuluh dan jatuh di jalan, saya harus ganti dong! Kerja belum, gajian belum tapi udah harus keluar duit buat ganti.

Sepanjang jalan pikiran saya nggak tenang, mikirin kemana barang saya yang satu itu ilangnya. Saya lemes karena barang saya ilang. Belum pernah saya selemes itu, padahal barangnya cuma satu, mungkin aja nyelip atau salah posisi. Tapi pikiran saya tetap mengatakan kalo barang saya ilang.

Saya cerita ke istri saya, dan dia bilang apa? Nggak bilang apa-apa, orang dia udah tidur. Membantu sekali ya cerita ke orang tidur. Tapi kemudian dia bangun, dan saya cerita. Dia bilang berdoa aja, siapa tahu kebawa sama orang lain.

Sepanjang malam saya nggak bisa tidur, entah karena pikiran yang berkecamuk, entah karena saya masih melek.

Hari pertama dimana semua orang berusaha mati-matian membuat kesan pertama yang baik, saya malah melakukan kesalahan, yang bahkan saya nggak ada niat untuk bikin.

Pikiran-pikiran buruk menghantui. Teh hangat yang menjadi obat mujarab semua penyakit lahir maupun batin tak mampu menenangkan hati, orang tehnya nggak ada.

Saya cuma bisa berdoa, semoga tidak terjadi hal yang buruk. Kalaupun saya tidak berjodoh kerja di sana, paling tidak saya ingin pergi tanpa meninggalkan kesan buruk. Yang dengan kejadian tadi, entah apakah mungkin untuk tidak meninggalkan kesan buruk.

Saya berusaha untuk tidur, tapi nggak bisa. Setelah saya merem, baru bisa tidur. Tapi saya bangun lagi, pintu belum dikunci. Setelah itu baru saya tidur, di pintu.

Thursday, April 28, 2016

Mars Kurir Paketan

Kata Kang Emil, walikota terkece yang pernah dimiliki Bandung, pekerjaan yang paling menyenangkan adalah hobi yang dibayar.

Pekerjaan saya sekarang adalah seorang kurir paket sebuah perusahaan ekspedisi. Pekerjaan saya ini menyenangkan, bukan berarti saya hobi kirim paket, tentu tidak. Saya lebih suka terima daripada kirim paket. Tapi saya lebih suka ada di luar ruangan dibanding di dalam ruangan, di belakang meja, berhadapan dengan komputer. Mati gaya, atau istilah kerennya, The Dead of The Style.

Kalo nulis lain lagi ya, kan bisa dimana aja. Nulisnya gampang, niat kuat, eksekusi yang susah, hahahaha

Keliling kota pake motor punya sensasi sendiri, apalagi ketika kita punya misi. Yaitu misi mengantarkan paket!

Dan biar semangat, saya suka nyanyi. Lagu ini saya plesetin dari lagu The Rain-Terlatih Patah Hati. Belum ijin sih, tapi anggap aja dengan post ini, sekalian saya ijin, ijin ya abang... hehehe!

Mars Kurir Paketan

Kadang mulai pagi buta
Sampai selesai adzan isya
Tapi motor jalan terus
Sampe paket semua keurus

Terima kasih kalian
Wahai para pelanggan
Dari mulai langganan
Sampai yang kirim cuma sekali

Kepercayaan yang tlah diberi
Tak akan pernah kami khianati
Ooh!

Terus mondar-mandir
Kirim kesana-sini
Alamat kelewat
Muternya jauh lagi

Kalo siang kepanasan
(sudah biasa)
Sore hari kehujanan
(sudah biasa)
Kesasar itu pasti tapi kami tak akan berhenti

Dari perumahan mewah
Gang sempit yang bikin nangis darah
Digonggongin anjing galak
Yang penting nggak ada komplenan

Terima kasih kalian
Wahai para pelanggan
Dari mulai langganan
Sampai yang kirim cuma sekali

Kepercayaan yang tlah diberi
Tak akan pernah kami khianati
Ooh!

Terus mondar-mandir
Kirim kesana-sini
Alamat kelewat
Muternya jauh lagi

Kalo siang kepanasan
(sudah biasa)
Sore hari kehujanan
(sudah biasa)
Kesasar itu pasti tapi kami tak akan berhenti

Tanya sekuriti
Atau tanya Pak Haji
Titip keluarga
Tetangga kanan-kiri

Kalo siang kepanasan
(sudah biasa)
Sore hari kehujanan
(sudah biasa)
Kesasar itu pasti tapi kami tak akan berhenti

Tuesday, February 16, 2016

Hait! Ciaat!!!

Behind The Book “Ternyata Gampang Menulis Novel”
cem4cem

Ibarat pendekar, maka jurus ini akan bernama “Kuda-kuda Tapak Teratai Besi”. Kenapa? Karena dalam seni bela diri, kuda-kuda yang kokoh mutlak diperlukan untuk kelancaran jurus yang dikeluarkan. Bayangkan jika kuda-kuda lemah? Belum keluar jurus, musuhnya bersin, eh terbang. Makanya kuda-kuda itu penting! Sama dengan jurus ini. Ini adalah jurus dasar dari menulis novel.

Sebenarnya begini, ini bukan jurus resmi sih, cuma hasil pengamatan semata. Beberapa pertanyaan muncul tentang bagaimana menulis novel, apa yang ditulis dalam novel, aku bingung gimana manjanginnya, aku bingung mau nyeritain apa. Nah, setelah pertanyaan tersebut muncul, apa yang saya lakukan? Saya biarin, huahahaha! Ya enggaklah.

Setelah pertanyaan itu muncul, maka saya telaah, saya teliti, saya pelajari, kalau sempat. Dan setelah proses yang lumayan panjang, maka jadilah teori seenaknya ini. Saya nggak tahu berapa lama proses nulisnya, lumayan lama sih. Tapi nggak tahu, soalnya mikirinnya sambil santai.

Ibarat jurus kuda-kuda, maka semua yang ditulis di sini adalah inti dari seluruh pelajaran. Dari A sampai Z adalah inti dari seluruh alam semesta. Jurus ini sudah pernah dipublikasikan di program Jumat Cendol, di kelas Cendol. Cerita Nulis Diskusi Online.

Memang contoh yang saya masukkan di sini tampak seperti contoh yang ditujukan untuk anak SD. Tapi bukan berarti tanpa alasan. Percuma dong saya diciptakan berparas tampan tapi tak mampu membuat alasan yang kuat. Eh, kok kesannya jadi negatif ya? Maksudnya kenapa memberi contoh yang sebegitu... begitunya?

Karena begini, beberapa kali saya melihat sebuah pertanyaan yang diajukan, yang sebenarnya sangat sederhana, tapi dijawab dengan begitu rumit. Ketika saya berkhayal bahwa saya yang menanyakan pertanyaan itu dan dijawab dengan cara seperti itu, maka yang akan saya lakukan adalah menjambak rambut sampai kepala botak, lalu saya lem lagi, lalu saya cari kepala lain untuk dijambak. Maka saya membuat contoh yang sangat sederhana supaya lebih mudah untuk dibayangkan.

Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah buku ini layak dibaca? Hmmm... entahlah. Tapi gini deh, konon katanya, untuk menjadi seorang penulis yang baik, salah satu syaratnya adalah dengan banyak referensi. Nah yang namanya referensi, bisa didapat dari mana saja. Termasuk, eh, salah, TERUTAMA dari buku ini. Kita ulangi pertanyaannya. Apakah buku ini layak dibaca? Entahlah! Tapi apakah buku ini dapat dijadikan referensi dalam proses belajar menulis? IYA!