Tuesday, June 2, 2020

THE BLUE HOUSE

Di masa pandemi ini, sebagai seorang Ojol Warrior, saya adalah satu dari semua driver yang mengalami kesulitan. karena di masa pandemi ini layanan antar penumpang ditutup, yang ada cuma layanan kirim barang dan beli atau belanja makanan. Dan jujur aja, orderan seperti ini jarang, maksudnya ordernya ada, tapi tentunya lalu lintas barang tidak sebanyak lalu lintas orang.

Driver itu, jangankan ada pandemi, kasih aja hujan, mendem kita! Kayak biskuit dicelupin ke susu, melempem! Apalagi udah mah pandemi, hujan! Udah, wassalam kita!

Nah, karena orderan dikit, jadi ketika dapet satu orderan, semangat kita! Biasanya banyak driver yang agak males kalo orderannya jarak jauh, pengennya yang deket, kalo perlu yang tinggal ngesot doang. Akan tetapi masa pandemi ini, jangankan yang deket, yang jauh disikat juga! Jangankan antar kelurahan atau antar kelurahan, disuruh ngirim ke Planet Namec juga dijabanin!

Nah, saya dapet nih orderan kirim barang, jaraknya sekitar 19km, kurang lebih. Oh tidak masalah! Saya berangkat menyusuri kota yang jalannya ditutup disana-sini, muter-muter nggak nyampe-nyampe, kesel!

Nah kira-kira udah deket, saya telpon si penerima paket. Si penerima bilangnya, masuk aja ke dalem, di ujung deket portal, rumahnya warna biru, kalo nggak ketemu tanya aja!

Oke!

Dengan penuh percaya diri saya masuk jalan, saya telusuri jalanan mencari rumah warna biru, dan ternyata... nggak ada! Nggak ada! NGGAK ADA RUMAH WARNA BIRU!

Saya jalan terus sampe ujung, sampe portal. sebuah portal tempat wisata alam yang terkenal. tanya-tanya sama yang jaga, kebetulan ada, sama sekalian basa-basi. saya tanya nama yang bersangkutan, dia nggak tahu. Tapi dia bilang, mungkin sebelah sana, ada pengkolan ke kanan, mungkin di sekitar situ. Saya manggut-manggut.

Saya turun, ke jalan yang dituju, dan... nggak ada rumah warna biru. Saya turun lagi sampe ke jalan besar, naik lagi ke portal, turun lagi, balik lagi ke atas. ketemu lagi sama penjaga yang tadi. MALU SAYA! Bahkan si bapak bantuin saya nyari. Dia nyariin namanya.

DAN KETEMU!

Dimana? Jaraknya cuma dua rumah dari portal! DUA RUMAH! DUA RUMAH! Dan warnanya BUKAN BIRU!

Saya kasih barangnya ke pemilik rumah, karena nama penerima paket lagi kerja. Saya bingung, kenapa si penerima paket bilang rumahnya warna biru, sementara rumahnya aslinya warna cream. Nggak sengaja saya nengok, ternyata warna biru yang dimaksud si penerima paket... ADA DI SAMPING RUMAH! DI TEMBOK SAMPING! TEMBOK SAMPING!

Gini lho, untuk mengidentifikasi sebuah alamat rumah atau tempat, kita kasih mukanya kan? Depannya kan? Warna pintunya, warna pagernya, cat tembok depannya, taman.

Sekarang pernah nggak kalian ke rumah siapa gitu, temen misalkan. Terus temen kalian bilang. Itu rumah gue yang ubin ruang tamunya pecah-pecah, itu lho yang kamar mandinya dua belas, gampang kok itu yang gentengnya segitiga. ENGGAK DONG!

Kalo kalian datang ke rumah orang terus langsung masuk ke kamar mandi dan ngitung jumlah kamar mandinya, belum selesai ngitung, udah dikeplak baskom kepala kalian!

Emang kalian pernah sengaja masuk rumah orang buat ngeliat ubinnya pecah-pecah atau enggak? Kalo nggak pecah gimana? Mau dipecahin ubinnya? Sekarang lebih cepet mana, ubin yang pecah atau kepala kau yang pecah duluan?

Kecuali kalo kalian bisa terbang, nah, cari deh itu genteng segitiga! Kalo nggak segitiga, kalian gigitin itu genteng sampe segitiga!

KESEL! 
   

Sunday, January 19, 2020

Mengejar Upin & Ipin

Saya nonton dan penggemar serial kartun Malaysia Upin & Ipin, ya siapa yang enggak ya? kayaknya semua suka, kecuali yang tersindir sama episode jerebu. Tapi saya enggak, kan emang kenyataan begitu, negara tetangga tercemar asap, sama kayak saya yang tercemar vape. Bukan obat nyamuk ya, kalo saya nyamuk nguing-nguing dong? Hahahahaaaduh nggak lucu.

Oke skip aja...

Nah jadi gini, suatu hari saya nonton episode UpinIpin yang episode piala dunia, ceritanya mereka sama Tok Dalang nobar pildun di warung Uncle Mutu. nah besoknya mereka tuh berkhayal bahwa mereka jadi pemain timnas lalu berlaga di ajang piala dunia, dan mereka menang dengan dramatis. Nah ceritanya sih biasa aja ya, khayalan tentang berlaga di ajang besar seperti piala dunia memang kerap terjadi, jangankan anak-anak orang dewasa juga, pada ngimpi. Tapi ya orang kita mah jagonya ngimpi *hasek!

Oke kita kembali ke pembahasan, ceileeee siapa yang juga ngebahas, guenya aja butuh konten, hahahahaaaaduh minta ditampol gue...

Oke, gini. Di ending ceritanya mereka ngambil foto, pose kesebalasan. Dan yang menarik adalah tulisan di bawah foto itu "Suatu Hari Nanti..."

Gila! waktu nonton itu saya merinding sumpah! Bahkan berkali-kali saya nonton, saya masih merinding. Bayangkan hanya satu kalimat pendek, tapi bisa menggugah optimisme. Paling tidak saya sih gitu.

Atau saya aja yang ngerasa begitu ya? Hehehe...

Tapi saya optimis bahwa bukan saya saja yang tergerak, mungkin ada jutaan orang lain yang memiliki mimpi ke ajang pildun yang juga tergerak oleh kalimat sederhana itu.

Kemudian saya nonton lagi, dan saya menyadari bahwa cerita Upin & Ipin ini tidak hanya serputar sebatas kehidupan mereka sehari-hari. Kehidupan mereka sehari-hari sih, tapi justru dalam kehidupan sehari-hari itu banyak sekali pesan edukasi yang disampaikan.

Ada cerita yang enteng kayak misalkan lomba durian, miara berudu, ngejar Rambo, jadi detektif, berpetualang ke masa lalu, ke masa depan, malah mereka pernah berubah wujud jadi pensil, jam weker, buku..

Tapi ada juga yang berat. Misal. Soal rajin belajar, kerja atau nabung kalo pengen sesuatu, soal tepat waktu, menghargai pembaerian orang, penyuluhan kebakaran, mengatasi ular, bahkan sampai hal-hal yang berat semacam, toleransi, keragaman, menghormati orang lain, sampai ke masalah anti korupsi, serius! Kalo nggak percaya, cari aja deh atau nonton aja, kan masih tayang juga. gratis kok di tv, nggak usah streaming.

Mereka mengajarkan soal literasi ketika di salah satu episode mereka berubah jadi buku, mengajarkan soal waktu ketika mereka berubah menjadi jam weker, mencintain alam ketika mereka berubah jadi ikan.

bagusnya dari Upin & Ipin ini mereka mengajarkan dengan cara yang sangat menghibur, yang kalo dibikin disini jatohnya akan jadi sangat membosankan, menggurui, dan nggak akan ditonton.

Maaf nih, bukannya nggak cinta produk dalam negeri, tapi salah satu animasi dalam negeri ngajarin soal penyuluhan mengatasi kebakaran. Dan itu sangat membosankan, kayak penyuluhan RW, seminar formalitas, nggak seru.

Beberapa hari sebelum saya menulis entri ini saya nonton podcast Deddy Corbuzier sama Billy Mambasar, di menit kesekian Deddy bilang bahwa segala macam cita-cita, mimpi Jokowi tentang Indonesia harusnya bisa disampaikan dengan baik, salah satunya melalui peran influencer, yang kocak Billy nanya balik ke Deddy emang berapa orang influencer baik yang bisa menyampaikan pesan tentang optimisme? Deddy ngakak, saya juga. Karena kalo dipikir-pikir ya bener juga, influencer baik kan cuma dikit, sisanya ya... baik banget! Huahahaha!

Nah saya jadi kepikiran kan, bener juga. Jangan-jangan itu yang dilakukan sama pemerintah Malaysia, mereka menyampaikan nila-nilai luhur melalui Upin & Ipin, Ejen Ali, Boboi Boy. Siapa tahu. Terlepas dari kemungkinan produsen film tersebut memang memiliki nasionalis yang tinggi.

Jadi menurut saya, untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila, nilai adat budaya, dan segala macam sifat baik yang ada di negara ini. Selain melalui kurikulum pendidikan, melalui badan apa itu namanya ya? BPIP yang diketuai Bu Mega. ada satu cara yagn bisa dilakukan. Melalui pembuat cerita, story teller, story writer.

Saya yakin, para penulis cerita yang kita punya memiliki kemampuan membuat cerita yang mendalam, edukatif, dan menghibur. Dengan Upin & Ipin sebagai standar terbawah. Kenapa saya standarnya Upin & Ipin? Ya karena saya nontonnya itu, hahaha.

Saya yakin, kita punya kemampuan seperti itu, saya yakin  walaupun saya memiliki kemampuan itu dalam kualitas standar, tapi pasti ada yang punya kualitas tinggi.

Satu sumber daya kita punya, para penulis cerita yang memiliki kepedulian terhadap bangsa ini. Tinggal butuh medianya, tapi media yang ada memiliki orientasi bisnis, profit, keuntungan, tidak salah, namanya juga bisnis. Kalo bis antarkota, itu buat mudik. Hahahahahaduuuuh... udah pengen merajam saya ya?

Orang yang peduli ada, berkemampuan ada, media ada, tapi jembatannya belum ada. Mungkin ini adalah bagian dari pemerintah?

Malaysia punya Upin & Ipin, kita punya Unyil. Daripada si Unyil jalan-jalan ke pabrik-pabrik ye kan? Bukannya nggak bagus ke pabrik, bagus aja, tapi Unyil bisa dibuat lebih efektif lagi dari sekedar cuma jalan-jalan.

Memang nggak bisa instan, perlu proses yang panjang. Makanya harus dimulai sesegera mungkin, kalo bisa sekarang, mungkin, kalo saya ada modal.

Ada yang bisa menyampaikan ini ke Presiden atau Bang Billy? Mereka harus tahu soal ini, Presiden Jokowi, Billy Mambasar, Erick Tohir, Nadiem Makarim, Whisnutama,anaknya Harry Tanoe, putri Tanjung, stafsus milenial, kementrian kreatif, lembaga terkait, media harus bicara kepada saya, untuk mulai menyelamatkan negara, bangsa, dan kemanusiaan!

*ditoyor netijen, elu siapaaaaaa!!!