Sunday, January 19, 2020

Mengejar Upin & Ipin

Saya nonton dan penggemar serial kartun Malaysia Upin & Ipin, ya siapa yang enggak ya? kayaknya semua suka, kecuali yang tersindir sama episode jerebu. Tapi saya enggak, kan emang kenyataan begitu, negara tetangga tercemar asap, sama kayak saya yang tercemar vape. Bukan obat nyamuk ya, kalo saya nyamuk nguing-nguing dong? Hahahahaaaduh nggak lucu.

Oke skip aja...

Nah jadi gini, suatu hari saya nonton episode UpinIpin yang episode piala dunia, ceritanya mereka sama Tok Dalang nobar pildun di warung Uncle Mutu. nah besoknya mereka tuh berkhayal bahwa mereka jadi pemain timnas lalu berlaga di ajang piala dunia, dan mereka menang dengan dramatis. Nah ceritanya sih biasa aja ya, khayalan tentang berlaga di ajang besar seperti piala dunia memang kerap terjadi, jangankan anak-anak orang dewasa juga, pada ngimpi. Tapi ya orang kita mah jagonya ngimpi *hasek!

Oke kita kembali ke pembahasan, ceileeee siapa yang juga ngebahas, guenya aja butuh konten, hahahahaaaaduh minta ditampol gue...

Oke, gini. Di ending ceritanya mereka ngambil foto, pose kesebalasan. Dan yang menarik adalah tulisan di bawah foto itu "Suatu Hari Nanti..."

Gila! waktu nonton itu saya merinding sumpah! Bahkan berkali-kali saya nonton, saya masih merinding. Bayangkan hanya satu kalimat pendek, tapi bisa menggugah optimisme. Paling tidak saya sih gitu.

Atau saya aja yang ngerasa begitu ya? Hehehe...

Tapi saya optimis bahwa bukan saya saja yang tergerak, mungkin ada jutaan orang lain yang memiliki mimpi ke ajang pildun yang juga tergerak oleh kalimat sederhana itu.

Kemudian saya nonton lagi, dan saya menyadari bahwa cerita Upin & Ipin ini tidak hanya serputar sebatas kehidupan mereka sehari-hari. Kehidupan mereka sehari-hari sih, tapi justru dalam kehidupan sehari-hari itu banyak sekali pesan edukasi yang disampaikan.

Ada cerita yang enteng kayak misalkan lomba durian, miara berudu, ngejar Rambo, jadi detektif, berpetualang ke masa lalu, ke masa depan, malah mereka pernah berubah wujud jadi pensil, jam weker, buku..

Tapi ada juga yang berat. Misal. Soal rajin belajar, kerja atau nabung kalo pengen sesuatu, soal tepat waktu, menghargai pembaerian orang, penyuluhan kebakaran, mengatasi ular, bahkan sampai hal-hal yang berat semacam, toleransi, keragaman, menghormati orang lain, sampai ke masalah anti korupsi, serius! Kalo nggak percaya, cari aja deh atau nonton aja, kan masih tayang juga. gratis kok di tv, nggak usah streaming.

Mereka mengajarkan soal literasi ketika di salah satu episode mereka berubah jadi buku, mengajarkan soal waktu ketika mereka berubah menjadi jam weker, mencintain alam ketika mereka berubah jadi ikan.

bagusnya dari Upin & Ipin ini mereka mengajarkan dengan cara yang sangat menghibur, yang kalo dibikin disini jatohnya akan jadi sangat membosankan, menggurui, dan nggak akan ditonton.

Maaf nih, bukannya nggak cinta produk dalam negeri, tapi salah satu animasi dalam negeri ngajarin soal penyuluhan mengatasi kebakaran. Dan itu sangat membosankan, kayak penyuluhan RW, seminar formalitas, nggak seru.

Beberapa hari sebelum saya menulis entri ini saya nonton podcast Deddy Corbuzier sama Billy Mambasar, di menit kesekian Deddy bilang bahwa segala macam cita-cita, mimpi Jokowi tentang Indonesia harusnya bisa disampaikan dengan baik, salah satunya melalui peran influencer, yang kocak Billy nanya balik ke Deddy emang berapa orang influencer baik yang bisa menyampaikan pesan tentang optimisme? Deddy ngakak, saya juga. Karena kalo dipikir-pikir ya bener juga, influencer baik kan cuma dikit, sisanya ya... baik banget! Huahahaha!

Nah saya jadi kepikiran kan, bener juga. Jangan-jangan itu yang dilakukan sama pemerintah Malaysia, mereka menyampaikan nila-nilai luhur melalui Upin & Ipin, Ejen Ali, Boboi Boy. Siapa tahu. Terlepas dari kemungkinan produsen film tersebut memang memiliki nasionalis yang tinggi.

Jadi menurut saya, untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila, nilai adat budaya, dan segala macam sifat baik yang ada di negara ini. Selain melalui kurikulum pendidikan, melalui badan apa itu namanya ya? BPIP yang diketuai Bu Mega. ada satu cara yagn bisa dilakukan. Melalui pembuat cerita, story teller, story writer.

Saya yakin, para penulis cerita yang kita punya memiliki kemampuan membuat cerita yang mendalam, edukatif, dan menghibur. Dengan Upin & Ipin sebagai standar terbawah. Kenapa saya standarnya Upin & Ipin? Ya karena saya nontonnya itu, hahaha.

Saya yakin, kita punya kemampuan seperti itu, saya yakin  walaupun saya memiliki kemampuan itu dalam kualitas standar, tapi pasti ada yang punya kualitas tinggi.

Satu sumber daya kita punya, para penulis cerita yang memiliki kepedulian terhadap bangsa ini. Tinggal butuh medianya, tapi media yang ada memiliki orientasi bisnis, profit, keuntungan, tidak salah, namanya juga bisnis. Kalo bis antarkota, itu buat mudik. Hahahahahaduuuuh... udah pengen merajam saya ya?

Orang yang peduli ada, berkemampuan ada, media ada, tapi jembatannya belum ada. Mungkin ini adalah bagian dari pemerintah?

Malaysia punya Upin & Ipin, kita punya Unyil. Daripada si Unyil jalan-jalan ke pabrik-pabrik ye kan? Bukannya nggak bagus ke pabrik, bagus aja, tapi Unyil bisa dibuat lebih efektif lagi dari sekedar cuma jalan-jalan.

Memang nggak bisa instan, perlu proses yang panjang. Makanya harus dimulai sesegera mungkin, kalo bisa sekarang, mungkin, kalo saya ada modal.

Ada yang bisa menyampaikan ini ke Presiden atau Bang Billy? Mereka harus tahu soal ini, Presiden Jokowi, Billy Mambasar, Erick Tohir, Nadiem Makarim, Whisnutama,anaknya Harry Tanoe, putri Tanjung, stafsus milenial, kementrian kreatif, lembaga terkait, media harus bicara kepada saya, untuk mulai menyelamatkan negara, bangsa, dan kemanusiaan!

*ditoyor netijen, elu siapaaaaaa!!!