Monday, June 22, 2015

Bermalas-malasan dengan elegan.

Blogpost ini dibuat di hari ke enam puasa. Di hari pertama puasa ada tiga kelompok anak-anak/pemuda yang keliling bangunin sahur sambil tatalu dan lempar petasan. Ganggu banget, bukan masalah petasannya, petasan meledk sih biasa, tapi yang ini beda. Entah karena buru-buru atau kenapa, anak-anak itu lupa bawa korek, jadi petasannya dilempar tapi nggak dibakar, tapi bunyi, bunyinya bukan dari petasan tapi dari mulut anak-anak itu. Tahu gitu mah, saya nyumbang korek satu buat mereka, soalnya bunyi petasan dari muut anak-anak itu fals.

Baik dalam kegiatan menulis atau pun kegiatan yang lain, malas itu adalah musuh terbesar kita. Gara-gara malas, semuanya bisa kacau. Tulisan nggak beres-beres, kerjaan terbengkalai, akhirnya? Ya kita sendiri yang akan mengalami kerugian, kasarnya sih, karena malas maka keuangan akan terganggu, hahaha.

Bisakah rasa malas ini diatasi? Secra teori sih bisa, tapi nggak tahu juga, soalnya teori in masih dalam percobaan untuk aplikasinya, kenapa bisa begitu? Karena saya nemu teorinya juga barusan.

Apakah teori ini bisa dipertanggungjawabkan? Belum tentu, karena teori ini tercetus dari pernyataan seorang kawan, seorang kawan. Ingat, satu orang kawan! Jadi margin error nya sangat besar, panjang, lebar, dan luas.

Malas belum ada obatnya, tapi bisa dibalut dengan kemasan yang menarik, sehingga walaupun terlihat maslas, tapi nggak keliatan males banget-banget. Hahaha.

Sebelum kepada cara bermalas-malsan secara elegan, sebelumnya saya mau menjabarkan penyebab dari rasa malas. Si kawan yang tadi bilang begini, kira-kira begini.

kawan 1: Saya mau nulis tapi males.
kawan 2: nulis apa?
kawan 1: saya baru nulis sinopsis sama outline.
kawan 2: wah kereeen.

Segitu aja dulu.

Berdasarkan analisa saya, maka penyebab malas ada tiga.
1. sifat/karakter/pembawaan
2. lelah.

Untuk penyebab pertama, no komeng, namanya juga sifat.
untuk penyebab yang kedua, ini yang mau dibahas.
Malas ini ada dua:
1. lelah faktor X
2. lelah faktor T

Lelah faktor X adalah kelelahan yang disebabkan oleh faktor eksternal. Sekolah, kerja, terus... sekolah, kerja!
Lelah faktor T adalah lelah faktor teknis.

Di dalam seminar MLM sering dikatakan bahwa kita dibatasi oleh pikiran kita sendiri, artinya segala sesuatu yang terjadi, yang kita alami, dan cara menghadapinya adalah buah dari pikiran kita, atau dalam bahasa kerennya adalah mindset. Semangat! Luar biasa! Yes! Yes! Yes!

Eh, maaf.

Bisa karena biasa, maka mari kita biasakan diri untuk tidak malas, caranya dengan mengubah mindset kita.
Kembali ke lelah faktor teknis.
ada beberapa tahapan dalam menulis cerita. Anggap saja standarnya begini,
1. mikirin ide.
2. mikirin sinopsis.
3. mikirin outline.
4. mikirin bab per bab
5. mikirin editing.

Nah, si kawan ini dia sudah sampai tahap 3. Menurut saya, kemalasan yang dia alami adalah yang wajar karena dia kelelahan untuk mikirin tahap 1-3, maka otak dia harus kuling don dulu sebelum menuju ke tahap selanjutnya. Perlu istirahat dulu, perlu malas dulu.

Dalam tahap "malas" ini kita bisa memainkan mindset kita, jangan bilang pada diri sendiri bahwa saya malas mengerjakannya, tapi tanamkan pada diri sendiri bahwa saya tidak sedang bermalas-malasan, tapi sedang mengendapkan ide, sinopsis, dan outline yang didapat. sehingga proses selanjutnya bisa dijalani dengan mudah karena sudah matang terlebih dahulu saat tadi kita bermalas-malasan.

Tahap menanamkan mindset inilah yang membuat kita menjadi terbiasa, dan bisa mengenyahkan rasa malas. Dan pada tahap inilah yang disebut bermalas-malasan dengan elegan.

Tapi tetap harus ada pertanggungjawaban. Mengendap sih mengendap, tapi jangan kelamaan juga keles. Eh, tapi ya nggak bisa maksa juga sih, tergantung orangnya, seperti yang pernah saya tulis di post sebelumnya. Tipe penulis mana kita? Tipe santai atau bukan?

Tapi gini, apakah yang dijabarkan di atas bisa mengentaskan rasa malas? Oh, tentu.. tidak! Karena malas adalah salah satu sifat dasar manusia, cuma kadarnya doang yang beda. Terus kalo gitu, kenapa pake ngajarin bermalas-malasan dengan elegan? Karena saya nggak bisa ngajarin gajah terbang, baru bisa sampe gajah booking tiket pesawat.

Bermalas-malasan secara elegan adalah upaya untuk menipu pikiran kita agar tidak terlena dengan kemalasan, dan lambat laun akan mengganti rasa malas dengan sebuah upaya persembahan karya kita yang terbaik.
*uhuy!

Pertanyaan besarnya adalah, apakah trik tersebut berhasil?
Ya belum tentu lah! Males mah males aja! Kalo berhasil mah udah berapa puluh atau berapa ratus buku yang saya buat? Hahahaha

Malas itu tidak baik, bermalas-malasan itu baik, tapi kalo sekali-kali, sebagai reward dari usaha dan kerja keras kita. Kalo keterusan mah, apa bagusnya?

Ini teori mentah. Tambahan, bantahan, sanggahan, sangat diterima
Jangan terlalu serius, da ini mah bukan rapat kabinet, sekedar canda biasa, tapi memang bercandanya nggak lucu sih. Huahahahaha!!!



No comments:

Post a Comment