Monday, November 29, 2021

FINDING AKSARA


Kalo kita nonton film India, film Jepang, Korea, bahkan Rusia, biasanya sih film Amerika tapi musuhnya Rusia. Ada yang unik dari film-film itu, bukan hanya soal cerita, tapi penampakan hurufnya. India, Jepan, Kore punya huruf yang unik, mereka nggak pakai huruf latin, tapi pakai huruf kanji, hangeul, atau aksara Devanagri. Nah, itu kan negara lain. Di Indonesia ada nggak ya huruf atau aksara tertentu semacam itu?

Eh ternyata ada lho! Kita juga ternyata punya aksara sendiri, ada aksara sunda, dan aksara Jawa. Bahkan dalam perbincangan Merajut Indonesia bersama Mas Ridwan, ternyata aksara di Indonesia ini banyak! Dalam acara talk show melalui media live IG antara Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) lewat program Merajut Indonesia melalui Digitalisasi Aksara Nusantara (MIMDAN) melawan Ridwan Maulana, seorang penulis, pegiat literasi digitalisasi aksara Indonesia. Menyatakan bahwa di Indonesia sendiri banyak memiliki aksara. Di Sumatera ada, di Jawa ada, bahkan Bali ada.

Nah masalahnya gini, aksara ini tidak begitu banyak sumber informasinya, karena di Indonesia sendiri konon katanya budaya lisan lebih kuat dibanding budaya tulisan, makanya sumber informasi soal aksara ini sangat minim, jadi mungkin saja sebenarnya setiap pulau, setiap provinsi, setiap suku ada bahasa dan ada aksara sendiri-sendiri, tapi karena budaya lisan lebih kuat, makanya seolah-olah aksara selain aksara Sunda dan Jawa seolah-olah tidak ada, padahal belum tentu ada, hehehe…

Minat dan ketertarikan dari Mas Ridwan untuk melestarikan aksara ini luar biasa lho, dia mempelajari banyak literatur, banyak jurnal penelitian, baik itu yang berbahasa Indonesia, Inggris, bahkan Belanda. Yang tidak diteliti mungkin Cuma bahasa kalbu. Tidak hanya melakukan serangkaian penelitian, tapi juga membuat rangkuman aksara dan pengenalan aksara Indonesia dalam bentuk blog, konten media sosial, buku ensiklopedia, artikel terjemahan di website omniglot.com lalu membuat font-font aksara, mendirikan writing tradition project, dan admin creator di Aksara di Nusantara.

Beliau ini juga pernah diundang Badan Bahasa Kemendikbud sebagai pembicara mengenai usaha pelestarian aksara dan ekonomi kreatif dalam Gelar Wicara Peringatan Bahasa Ibu Internasional. Bahkan sampai sekarang masih menerima dan melayani berbagai pertanyaan tentang aksara melalui emailnya. Font-font aksara yang dibuatnya bisa digunakan dan diunduh secara bebas dari situs aksaradinusantara.com gimana itu, luar biasa berdedikasi sekali beliau ini ya?

Nah sekarang gini, pertanyaannya adalah penting nggak sih kita tahu soal aksara? Penting atau nggak penting kayaknya itu bukan hal yang terlalu penting sih, kalo menurut saya lho ya. Tapi tidak ada salahnya bagi kita untuk tahu bahwa di Indonesia ini ada aksara tradisional, atau aksara sendiri. nah kalau memang ada aksara khas Indonesia, kenapa tidak digunakan? Mungkin karena setiap daerah ada aksara sendiri kali ya? Jadi istilahnya belum ada aksara persatuan, kalo bahasa persatuan kan ada, tapi aksara persatuan nggak ada. Mungkin ini salah satu sebabnya aksara di nusantara nggak banyak dipakai.

Kalau menyimak perbincangan mengenai aksara ini, ini sebenarnya menarik, tapi untuk kalangan tertentu saja. Penggiat literasi, penyuka literasi, dan orang yang memang menggeluti literasi. Sementara untuk orang awam kayaknya agak “rumit” apalagi yang belum bisa baca tulis, makin rumit lagi, huruf latin aja belum bisa, apalagi aksara kuno.

Buku, ensiklopedia, website, bisa jadi menarik untuk orang yang menggeluti bidang literasi. Colek aja dikit, mereka pasti langsung antusias. Sementara untuk orang awam, perlu usaha yang ekstra. Bukan hanya usaha untuk mempelajari, tapi usaha untuk mengenalkan apa itu aksara, bagaimana bentuknya, dan sebagainya.

Mari kita bicara secara dangkal, karena yang nulis ini juga orangnya dangkal.

Kita ingin mengenalkan soal aksara nusantara kepada generasi muda. Lalu kita jejali dengan doktrin bahwa ini adalah kekayaan bangsa yang harus dilestarikan, maka niscaya generasi muda hanya akan menanggapi dengan “Oh,” , “Oke,”, “Keren,”, “Sumpah demi apa gue baru tahu Indonesia punya huruf kayak Hangeul!”

Tapi ya udah, berhenti sampai di situ. Pengenalan aksara nusantara perlu dilakukan, tapi harus ada triknya. Jangan jor-joran, gede-gedean, lalu hilang. Tapi dalam promosi, dalam pengenalan diperlukan langakah yang kecil tapi konsisten, tidak terputus.

Hindari mengenalkan aksara nusantara secara filosofis, itu akan membebani pikiran. Karena filosofi yang bisa diterima oleh generasi muda hanya filosofi kopi. Kita harus merebut perhatian generasi muda dengan tampilan visual, tampilan yang eshthethique! Nggak usah yang filosofis, cukup dengan, aksara nusantara ini tampilannya keren, udah gitu aja dulu.

Nah caranya gimana?

Nah… gimana coba? Ada ide?