Monday, November 6, 2023

BUKAN HANYA SEPUTAR JASMANI TAPI JUGA TENTANG HATI

 

Kesehatan menjadi masalah yang pelik yang dihadapi oleh seluruh umat manusia di seluruh permukaan bumi. Karena memang ini adalah urusan yang rumit. Kesehatan menjadi dasar dari kehidupan manusia, karena kalau kita tidak sehat, kangankan bekerja, berkarya, atau memimpin negara, bangun aja susah! Gimana caranya mau berkarya kalau bangun saja sulit? Gimana mau bekerja kalau napas aja senin-kamis? Gimana mau memimpin negara kalau nggak ada yang milih?

Oke itu beda konteks ya.

Kesehatan itu dasar kehidupan manusia, tapi sering dilupakan? Kenapa? Terutama di Indonesia, tingkat spiritualitasnya tinggi. Umur di tangan Tuhan, sehingga kalau belum waktunya pasti belum mati. Kalaupun sakit, itu hadiah agar kita istirahat.

Rumit ya? Tapi walaupun begitu, bukan berarti semua orang itu abai tentang kesehatan. Banyak orang yang peduli tentang Kesehatan, ingin sehat, tapi aksesnya tidak ada. Ada beberapa bagian di negara ini dimana fasilitas kesehatan bertebaran dimana-mana, tapi ada juga beberapa bagian di negara ini dimana fasilitas kesehatannya memang tidak ada, jadi banyak masyarakat yang kesehatannya terganggu karena memang tidak ada akses informasi kesehatan. Hal inilah yang menggugah hati seorang pemuda bernama Dani Ferdian.

Memang soal kesehatan ini adalah ranahnya pemerintah, ini adalah kewajiban pemerintah untuk membuat warga negaranya sehat. Kesehatan juga adalah salah satu issue yang dibawa oleh para capres atau calon kepala daerah lain saat kampanye. Pas kampanye doang tapi, pas udah jadi sih… tetap jadi program negara. Uhuy!

Tapi inilah bedanya seorang pemuda bernama Dani Ferdian dengan orang lain. Dia menyadari bahwa pemerintah tidak mugnkin menyelesaikan masalah ini sendiri. Maka ketika dia masih menjadi mahasiswa kedokteran, dia melihat besarnya potensi yang dimiliki oleh para mahasiswa kedokteran, dan dia juga melihat sepinya aktivitas sosial di sekitar lingkungan kampus terutama kurangnya terlayani fasilitas Kesehatan.

Dia melihat bahwa pengabdian langsung kepada masyarakat masih sangat minim. Hal ini mendorongnya untuk membuat perubahan. Tapi gimana caranya? Dia kan waktu itu masih menjadi seorang mahasiswa, bukan bagian dari pemerintah yang memang punya wewenang dan punya sumber daya yang bisa dibiang tidak terbatas.

Maka apa yang dia lakukan? Dia kemudian menggagas sebuah gerakan bernama Volunteer Doctors (Vol D), Sekolah Nurani Tenaga Kesehatan. Namanya memang sekolah, tapi anak didiknya bukan anak-anak yang kurang mampu seperti layaknya sekolah lain. Tapi yang menjadi “murid” di sekolah ini adalah tenaga kesehatan, dan yang dibangun adalah karakter para calon dokter dan tenaga kesehatan.

Dani kemudian menggembleng mahasiswa untuk mendapatkan berbagai program pembinaan lewat diklat materi. Kenapa dia melakukan ini? Supaya ketika para mahasiswa ini suatu saat nanti lulus dari kuliah dan menjadi bagian dari masyarakat, menempati posisi strategis dengan keahlian masing-masing, maka mereka bukan hanya bekerja untuk dirinya sendiri, tapi juga memberikan perubahan besar dan berdampak kepada masyarakat yang ada di sekitarnya.

Lalu apa saja kegiatan Vol D ini?

Sebagai mahasiswa kedokteran, tentunya pelayanan yang diberikan tentu saja seputar Kesehatan walaupun masih seputar layanan Kesehatan dasar. Misalnya, pengukuran tekanan darah, gula darah, kolesterol dan sebagainya. Setelah itu dibarengi dengan edukasi tentang pola makan sehat dan gaya hidup sehat. Kalau ternyata ditemukan kejadian yang membutuhkan penanganan lebih lanjut, mereka akan merujuk ke layanan Kesehatan seperti puskesmas atau rumah sakit.

Memang layanan yang dilakukan termasuk layanan standar dan dasar. Memang bisa dimaklumi, karena kan gerakan Vol D ini dilakukan oleh mahasiswa kedokteran yang belum jadi dokter, jadi belum punya kewenangan untuk menangani penyakit, karena belum jadi dokter dan belum punya izin. Tapi kayaknya kalo pilek sama masuk angin doang sih kayaknya mereka bisa ngerokin.

Gerakan ini dimulai di Jawa Barat, dan sekarang berkembang ke beberapa daerah di Indonesia. Misalnya Jogjakarta atau Sulawesi Selatan, setiap daerah memiliki otoritas masing-masing terhadap kegiatannya, tapi tetap basicnya adalah soal pengabdian langsung kepada masyarakat. Dan dengan semakin berkembangnya gerakan ini, sekarang bukan hanya dokter atau tenaga kesehatan yang tergabung di dalamnya, tapi juga kesehatan.

Non Kesehatan itu maksudnya bukan orang non sehat alias sakit bergabung di sini ya. Maksudnya yang tergabung di sini datang dari bidang lain di luar Kesehatan, misalnya kayak Teknik Sipil, Ilmu Sosial gitu.

Tadi sempat disebutkan soal Pendidikan karakter tenaga Kesehatan. Apa maksudnya? Gini…

Mahasiswa kedokteran itu sering dianggap eksklusif dan kurang peka terhadap lingkungan sosial di sekitarnya, mungkin ini disebabkan oleh banyaknya tugas dan ujian yang rumit. Nah dengan adanya gerakan ini, maka si mahasiswa yang ruwet ini akan bertemu dengan masyarakat, ngobrol, mendengar celotehan masyarakat, sehingga mereka jadi lebih peka. Jadi bisa dibilang gerakan ini bukan hanya sekedar gerakan, tapi juga jadi semacam laboratorium untuk melatih empati, kepekaan sosial dan semangat kerelawanan.

Karena gerakan ini adalah gerakan yang positif dan berdampak kepada masyarakat, maka Dani diganjar penghargaan. Diantaranya, ASEAN Youth Award, Pemuda Pelopor Berprestasi Terbaik Tingkat Nasional dari Kementrian Pemuda dan Olahraga, SATU Indonesia Award dari PT Astra International Tbk.

Tapi saya yakin bahwa penghargaan ini bukan sesuatu yang diincar oleh Dani, tapi ini adalah bonus semata. Tujuan utamanya tentunya adalah berguna bagi masyarakat, itulah penghargaan yang sejati bagi orang-orang seperti Dani.

Saturday, February 18, 2023

WAKTUNYA BANGKIT, BERSAMA!

 

Kalau kalian lagi nongkrong di depan rumah, ada motor yang bawa puluhan paket lewat di depan rumah nggak? Bisa dipastikan 6 dari 10 motor pengatar paket itu adalah kurir dari JNE. Berasa nggak, dua atau tuga tahun belakangan,kurir JNE ini semakin sering lewat depan rumah? Kenapa ya?

Mungkin selama dua atau tiga tahun ke depan, semua aspek kehidupan kita tidak akan terlepas dari pengalaman buruk yang dialami dunia selama kurun waktu 2020-2022. Tentunya terkait soal pandemi yang melanda tidak hanya Indonesia, tapi juga dunia. Kejadian yang sangat tidak diduga dan tidak diharapkan oleh siapapun.

Kenapa begitu? Ya apa boleh buat? Memang pandemi itu banyak pengaruhnya ke kehidupan kita. Pandemi itu kan identic dengan jarak dan keramaian, nah kita sebagai manusa harus berinteraksi dengan jarak dengan di dalam keramaian. Otomatis dengan adanya pandemi, jarak terbatas, keramaian dihilangkan. Mau jadi apa kita? Makanya nggak heran, banyak yang tertekan dengan kondisi tersebut tapi tidak bisa berbuat apa-apa.

Misalkan. Pasar dilarang buka, mall dilarang buka, atau buka dengan durasi waktu terbatas, pengunjung yang terbatas, jarak yang dibatasi, dan lain sebagainya. kita kan jual-beli di pasar. Pasarnya tutup, ekonomi menurun. Di mall juga sama seperti itu.

Jangankan pasar, saya juga sangat terdampak. Saya bekerja sebagai driver ojek online. Kami dilarang boncengan, tapi orang boleh naik angkot dengan beberapa orang asing, aneh ya? Alhasil, orderan yang bisa diterima hanya orderan makanan atau pengiriman barang. Memang orderannya ada, tapi tentunya tidak sebanyak orderan penumpang. Kecuali kalau penumpangnya dibungkus ke dalam kardus dan diperlakukan sebagai paket. Tapi pertanyaannya, memang ada orang yang mau dipaketin?

Tapi namanya manusia dan kehidupannya memiliki dua sisi, sisi baik dan sisi buruk. Sisi buruk pandemi kita udah tahu, tapi apa sisi baiknya? Sulit memang melihat sisi baik dari pandemi COVID 19, karena efeknya memang mengerikan sih. Tapi ternyata ada lho!

Pandemi ternyata mengubah segalanya, termasuk mengubah pola bisnis. Dari yang awalnya kita harus datang ke sebuah tempat untuk membeli sesuatu, sekarang kita bisa tinggal di rumah dan memesan barang. Memang pol aini sudah ada sejak lama. Tapi di tengah situasi pandemic ini pol aitu meningkat secara massif. Berbagai macam berita soal meningkatnya layanan online ini sudah tersebar di berbagai media. Karena dengan bisnis yang dilakukan secara online, para pengusaha UMKM ini mendapatkan pelanggan yang lebih luas lagi, tidak hanya di dalam kota, tapi bisa juga sampai ke luar kota.

Dan pola bisnis seperti ini masih dilakukan sampai sekarang, dimana status PPKM sudah dicabut oleh pemerintah. Saya ada cerita, ini beneran, true story.

Saya dan keluarga pergi ke sebuah mall. Sebuah kegiatan yang jarang saya lakukan. Bukan karena saya anti sosial atau tidak nyaman dengan keramaian, bukan. Saya jarang ke mall karena memagn jarang punya duit, hehehe. Anyway.

Saya ke mall, di mall itu tidak hanya ada toko baju, tapi juga banyak toko kain. Dan yang menarik adalah, pegawai di outlet itu, selain berjualan seperti biasa, mereka juga melakukan live di media sosial. Jadi tidak hanya pengusaha UMKM yang jualan di rumah yang melakukan live di media sosial, tapi yang punya toko pun melakukan itu. Ini kan sebuah terobosan yang luar biasa.

Kita bisa beli baju, beli makanan, sampai layanan laundry secara online. Laundry kita dijemput, lalu diantarkan dalam keadaan bersih. Yang belum bisa dilakukan adalah cukur online. Karena belum ada layanan yang bisa menjemput kepala kita lalu kembali dalam keadaan rapi. Karena kalau kepala kita diambil, gantinya apa? Kepala charger? Kekecilan!

Nah semua pengusaha, baik dari pengusaha besar sampai UMKM memanfaatkan kegiatan online ini. pertanyaannya sekarang begini, penjual kan udah ada nih, terus pembelinya juga sudah ada. Nah gimana caranya supaya barang ini bisa sampai ke pembeli? Dilempar? Tidak mungkin, karena ini pedagangnya jauh, bukan seperti pacar yang Cuma lima langkah dari rumah, nggak perlu kirim surat SMS juga nggak usah, kalo ingini bertemu tinggal nongol depan pintu… oke, stop. Nggak usah diterusin nyanyinya, keenakan.

Kita kembali. Nah, penjual sudah ada, pembeli sudah ada. Gimana caranya supaya barang itu bisa sampai dari tangan penjual ke pembeli? Siapa yang mau mengatarkan paketnya, apalagi kalau pelanggannya ada di luar kota. Siapa yang akan #ConnectingHappines antara mereka?

Ngomong-ngomong soal pengiriman, tentunya kita akan langsung mengingat ke satu nama, yaitu JNE. Kenapa? Ya kenapa tidak. Karena gini lho. JNE itu umurnya sudah 32 tahun! Bayangkan 32 tahun seliweran di jalan! Walaupun ada jasa pengiriman lain, tapi JNE tetap menjadi top of mind kita kalau menyebutkan apa jasa pengiriman barang terbaik selama #JNE23tahun berdiri di Indonesia.

JNE sudah siap dan semakin siap membantu pergerakan ekonomi Indonesia. Apalagi dengan status PPKM yang sudah dicabut, sektor bisnis mulai menggeliat, maka #JNEBangkitBersama bukan hanya sebuah slogan, tapi sebuah pergerakan. #JNE32Tahun siap menjadi pendamping para pengusaha UMKM untuk mewujudkan slogan #JNEBangkitBersama menjadi sebuah kenyataan.

Memang #JNE32Tahun ini bukan tanpa kekurangan, ada beberapa kekurangan, tapi saya yakin #JNE32Tahun ini akan terus memperbaiki layanannya menjadi semakin sempurna. Dan mudah-mudahan JNE mendapatkan inspirasi baik untuk perbaikan atau inovasi ke depannya melalui #jnecontentcompetition2023 ini.

Jadi gimana siap bangkit bareng #JNEBangkitBersama? Siap #ConnectingHappines antara kita? Lagi nungguin paket apa nih di rumah?

Thursday, June 30, 2022

NOVELA SEJARAH SEBAGAI TRIGGER

 



Beberapa waktu yang lalu, Pandi lewatProgram Merajut Indonesia Melalui Digitalisasi Aksara Nusantara (MIMDAN) mengadakan sebuah acara talkshow lewat live IG dipandu oleh kak Evi Sri Rezeki, dengan tema Sejarah dan Budaya dalam Novela Platform Digital bersama seorang sesembak narasumber bernama Eva Sri Rahayu sebagai penulis novela berjudul Labirin 8. Yang semenjak mulai ditulis sampai sekarang masih terjebak di labirin.

Fun fact tentang acara ini adalah, kalau diperhatikan dengan lebih seksama, muka host sama narasumber ternyata sama! Miripnya banyak lah! Keren banget, entah gimana ngeditnya, jago itu!

Anyway...

Menulis sebuah cerita berlatar belakang sejarah itu sulit sih, jauh lebih sulit dibanding nulis komen julid di IG lelambean. Karena bayangkan ketika kita sudah menulis, terus ada yang komen “Hei, jaman Majapahit belum ada Ipad ya!” kan efeknya nggak enak ya? Makanya menulis cerita sejarah itu berat, terutama bagian riset.

Nah, udah tahu susah, ngapain sih si sesembak ini nulis novela sejarah? Singkatnya sih setelah mengalami roller coaster dalam kehidupan, dia tertarik pada sejarah dan melibatkan diri dalam penelitian budaya Indonesia. Dengan keasyikannya meneliti budaya, dia pun jatuh cinta. Nah novela Labirin 8 ini bisa dibilang sebagai bentuk cinta pada sejarah dan budaya Indonesia.

Saya pun bisa dibilang menyukai cerita berlatar belakang sejarah, bahkan kadang kalau saya baca, itu kayak nonton film di bioskop, yang kurang Cuma mbak-mbak tiket doang. Dan kadang saya lupa kalau ini adalah sebuah novel, fiksi, walaupun ada fakta sejarahnya juga. Saya sering tiba-tiba berpikir, emang iya begini ya? Emang iPad udah ada di Majapahit?

Mohon dimaklumi, saya memang pembaca yang dangkal, saya mengetahui sedikit tentang sesuatu, nggak tahu secara mendalam, hanya secara permukaan. Atau dalam bahasa Indonesia disebut, ogeb lah ya!

Makanya suka gemes juga ketika ada bahasan tentang novel sejarah, tapi dibawa serius gitu, ini nggak gini, ini harusnya begitu, dulu nggak gini, penulisnya kurang riset, dan lain sebagainya. tapi ini jadi menarik lho.

Bayangkan ketika seseorang membaca sebuah novel sejarah, terus dia membaca komen-komen dari 
warganet terjulid se-Asia ini. Lalu orang ini jadi tergerak buat mencari tahu, apa iya yang di abaca adalah nyata? Apa iya ada fakta sejarah dibalik cerita ini.

Misalkan di labirin 8, ceritanya tentang delapan orang yang terjebak di dalam ruang rahasia di cando Borobudur. Terus dia bertanya, emang ada yar uang rahasia? Kayak apa ruang rahasia itu? terus dia pergi ke Borobudur, terus dia mencari ruang rahasia, dia melihat relief, bertanya pada ahlinya. Dan pada akhirnya dia menjadi seorang history enthusiast beneran!

Sejarah, budaya, adalah “benda” yagn sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Tersembunyi dalam peninggalan, dalam gambar, dalam simbol yang tidak, sulit, atau belum dipahami. Tapi ada! Nah lho, gimana itu coba?

Contohnya gini deh, di zaman sekarang, kita tahu gedung-gedung bertingkat, dari mulai ruko dua lantai, sampai Burj Khalifa yang isinya entah berapa ratus ruko. Tapi kita tahu cara bikinnya, at least kita pernah liat dokumenternya deh, tahu ada alatnya, ada orangnya, ada itung-itungannya.

Tapi Borobudur? Yang berdiri ratusan atau ribuan tahun yang lalu? Zaman sekarang kita bisa ngangkut batu segede truk dengan alat khusus, tapi bagaimana dengan zaman dulu? Gimana caranya ngangkut batu segede-gede itu? Itung-itungannya, rumusnya, komposisinya. Zaman sekarang udah ada super computer yang bisa bikini tung-itungan rumit. Tapi zaman dulu? Belum ada daun lontar elektrik yang pake system AI kan?

Zaman sekarang semua catatan sejarah ada dalam catatan digital, zaman dulu? Hanya dalam bentuk relief yang perlu usaha ekstra dalam menterjemahkannya, itu pun penafisrannya masih berbeda-beda. Dan tidak hanya Borobudur. Ada prambanan, Tangkuban Perahu, Gunung Padang. Belum lagi di luar negeri ada situs yang populer seperti Piramid, Tembok Cina, dan banyak lagi yang lain.

Kalau kita pikirin sekarang, tidak, atau belum kepikiran gimana caranya membuat bangunan segede candi Bodobudur,  karena ketidakpahaman kita, kita menyimpulkan bahwa bangunan-bangungan megah itu dibangun oleh alien. Padahal ada caranya, ada itungannya, ada ilmunya. Cuma kita belum tahu aja.

Dan bayangkan perjalanan meneliti itu semua berawal dari sebuah buku fiksi, sebuah novela yang walaupun ada latar belakang sejarahnya, tapi itu adalah fiksi, imajinasi, tidak nyata, khayalan! Bayangkan sebuah cerita fiksi menjadi trigger, menjadi gerbang untuk membuka mata kita tentang sesuatu di luar sana.

Dan semua itu berawal dari sebuah novela!  Fiksi! Khayalan!

Pantesan alien nggak ada yang mau nyerang ya, “Gimana mau bikin senjata buat lawan gue, orang bikin bangunan batu aja gue yang bantuin!” Gitu kali ya yang dipikirin sama alien.

Entahlah.

 

 

Monday, November 29, 2021

FINDING AKSARA


Kalo kita nonton film India, film Jepang, Korea, bahkan Rusia, biasanya sih film Amerika tapi musuhnya Rusia. Ada yang unik dari film-film itu, bukan hanya soal cerita, tapi penampakan hurufnya. India, Jepan, Kore punya huruf yang unik, mereka nggak pakai huruf latin, tapi pakai huruf kanji, hangeul, atau aksara Devanagri. Nah, itu kan negara lain. Di Indonesia ada nggak ya huruf atau aksara tertentu semacam itu?

Eh ternyata ada lho! Kita juga ternyata punya aksara sendiri, ada aksara sunda, dan aksara Jawa. Bahkan dalam perbincangan Merajut Indonesia bersama Mas Ridwan, ternyata aksara di Indonesia ini banyak! Dalam acara talk show melalui media live IG antara Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) lewat program Merajut Indonesia melalui Digitalisasi Aksara Nusantara (MIMDAN) melawan Ridwan Maulana, seorang penulis, pegiat literasi digitalisasi aksara Indonesia. Menyatakan bahwa di Indonesia sendiri banyak memiliki aksara. Di Sumatera ada, di Jawa ada, bahkan Bali ada.

Nah masalahnya gini, aksara ini tidak begitu banyak sumber informasinya, karena di Indonesia sendiri konon katanya budaya lisan lebih kuat dibanding budaya tulisan, makanya sumber informasi soal aksara ini sangat minim, jadi mungkin saja sebenarnya setiap pulau, setiap provinsi, setiap suku ada bahasa dan ada aksara sendiri-sendiri, tapi karena budaya lisan lebih kuat, makanya seolah-olah aksara selain aksara Sunda dan Jawa seolah-olah tidak ada, padahal belum tentu ada, hehehe…

Minat dan ketertarikan dari Mas Ridwan untuk melestarikan aksara ini luar biasa lho, dia mempelajari banyak literatur, banyak jurnal penelitian, baik itu yang berbahasa Indonesia, Inggris, bahkan Belanda. Yang tidak diteliti mungkin Cuma bahasa kalbu. Tidak hanya melakukan serangkaian penelitian, tapi juga membuat rangkuman aksara dan pengenalan aksara Indonesia dalam bentuk blog, konten media sosial, buku ensiklopedia, artikel terjemahan di website omniglot.com lalu membuat font-font aksara, mendirikan writing tradition project, dan admin creator di Aksara di Nusantara.

Beliau ini juga pernah diundang Badan Bahasa Kemendikbud sebagai pembicara mengenai usaha pelestarian aksara dan ekonomi kreatif dalam Gelar Wicara Peringatan Bahasa Ibu Internasional. Bahkan sampai sekarang masih menerima dan melayani berbagai pertanyaan tentang aksara melalui emailnya. Font-font aksara yang dibuatnya bisa digunakan dan diunduh secara bebas dari situs aksaradinusantara.com gimana itu, luar biasa berdedikasi sekali beliau ini ya?

Nah sekarang gini, pertanyaannya adalah penting nggak sih kita tahu soal aksara? Penting atau nggak penting kayaknya itu bukan hal yang terlalu penting sih, kalo menurut saya lho ya. Tapi tidak ada salahnya bagi kita untuk tahu bahwa di Indonesia ini ada aksara tradisional, atau aksara sendiri. nah kalau memang ada aksara khas Indonesia, kenapa tidak digunakan? Mungkin karena setiap daerah ada aksara sendiri kali ya? Jadi istilahnya belum ada aksara persatuan, kalo bahasa persatuan kan ada, tapi aksara persatuan nggak ada. Mungkin ini salah satu sebabnya aksara di nusantara nggak banyak dipakai.

Kalau menyimak perbincangan mengenai aksara ini, ini sebenarnya menarik, tapi untuk kalangan tertentu saja. Penggiat literasi, penyuka literasi, dan orang yang memang menggeluti literasi. Sementara untuk orang awam kayaknya agak “rumit” apalagi yang belum bisa baca tulis, makin rumit lagi, huruf latin aja belum bisa, apalagi aksara kuno.

Buku, ensiklopedia, website, bisa jadi menarik untuk orang yang menggeluti bidang literasi. Colek aja dikit, mereka pasti langsung antusias. Sementara untuk orang awam, perlu usaha yang ekstra. Bukan hanya usaha untuk mempelajari, tapi usaha untuk mengenalkan apa itu aksara, bagaimana bentuknya, dan sebagainya.

Mari kita bicara secara dangkal, karena yang nulis ini juga orangnya dangkal.

Kita ingin mengenalkan soal aksara nusantara kepada generasi muda. Lalu kita jejali dengan doktrin bahwa ini adalah kekayaan bangsa yang harus dilestarikan, maka niscaya generasi muda hanya akan menanggapi dengan “Oh,” , “Oke,”, “Keren,”, “Sumpah demi apa gue baru tahu Indonesia punya huruf kayak Hangeul!”

Tapi ya udah, berhenti sampai di situ. Pengenalan aksara nusantara perlu dilakukan, tapi harus ada triknya. Jangan jor-joran, gede-gedean, lalu hilang. Tapi dalam promosi, dalam pengenalan diperlukan langakah yang kecil tapi konsisten, tidak terputus.

Hindari mengenalkan aksara nusantara secara filosofis, itu akan membebani pikiran. Karena filosofi yang bisa diterima oleh generasi muda hanya filosofi kopi. Kita harus merebut perhatian generasi muda dengan tampilan visual, tampilan yang eshthethique! Nggak usah yang filosofis, cukup dengan, aksara nusantara ini tampilannya keren, udah gitu aja dulu.

Nah caranya gimana?

Nah… gimana coba? Ada ide?

Tuesday, June 2, 2020

THE BLUE HOUSE

Di masa pandemi ini, sebagai seorang Ojol Warrior, saya adalah satu dari semua driver yang mengalami kesulitan. karena di masa pandemi ini layanan antar penumpang ditutup, yang ada cuma layanan kirim barang dan beli atau belanja makanan. Dan jujur aja, orderan seperti ini jarang, maksudnya ordernya ada, tapi tentunya lalu lintas barang tidak sebanyak lalu lintas orang.

Driver itu, jangankan ada pandemi, kasih aja hujan, mendem kita! Kayak biskuit dicelupin ke susu, melempem! Apalagi udah mah pandemi, hujan! Udah, wassalam kita!

Nah, karena orderan dikit, jadi ketika dapet satu orderan, semangat kita! Biasanya banyak driver yang agak males kalo orderannya jarak jauh, pengennya yang deket, kalo perlu yang tinggal ngesot doang. Akan tetapi masa pandemi ini, jangankan yang deket, yang jauh disikat juga! Jangankan antar kelurahan atau antar kelurahan, disuruh ngirim ke Planet Namec juga dijabanin!

Nah, saya dapet nih orderan kirim barang, jaraknya sekitar 19km, kurang lebih. Oh tidak masalah! Saya berangkat menyusuri kota yang jalannya ditutup disana-sini, muter-muter nggak nyampe-nyampe, kesel!

Nah kira-kira udah deket, saya telpon si penerima paket. Si penerima bilangnya, masuk aja ke dalem, di ujung deket portal, rumahnya warna biru, kalo nggak ketemu tanya aja!

Oke!

Dengan penuh percaya diri saya masuk jalan, saya telusuri jalanan mencari rumah warna biru, dan ternyata... nggak ada! Nggak ada! NGGAK ADA RUMAH WARNA BIRU!

Saya jalan terus sampe ujung, sampe portal. sebuah portal tempat wisata alam yang terkenal. tanya-tanya sama yang jaga, kebetulan ada, sama sekalian basa-basi. saya tanya nama yang bersangkutan, dia nggak tahu. Tapi dia bilang, mungkin sebelah sana, ada pengkolan ke kanan, mungkin di sekitar situ. Saya manggut-manggut.

Saya turun, ke jalan yang dituju, dan... nggak ada rumah warna biru. Saya turun lagi sampe ke jalan besar, naik lagi ke portal, turun lagi, balik lagi ke atas. ketemu lagi sama penjaga yang tadi. MALU SAYA! Bahkan si bapak bantuin saya nyari. Dia nyariin namanya.

DAN KETEMU!

Dimana? Jaraknya cuma dua rumah dari portal! DUA RUMAH! DUA RUMAH! Dan warnanya BUKAN BIRU!

Saya kasih barangnya ke pemilik rumah, karena nama penerima paket lagi kerja. Saya bingung, kenapa si penerima paket bilang rumahnya warna biru, sementara rumahnya aslinya warna cream. Nggak sengaja saya nengok, ternyata warna biru yang dimaksud si penerima paket... ADA DI SAMPING RUMAH! DI TEMBOK SAMPING! TEMBOK SAMPING!

Gini lho, untuk mengidentifikasi sebuah alamat rumah atau tempat, kita kasih mukanya kan? Depannya kan? Warna pintunya, warna pagernya, cat tembok depannya, taman.

Sekarang pernah nggak kalian ke rumah siapa gitu, temen misalkan. Terus temen kalian bilang. Itu rumah gue yang ubin ruang tamunya pecah-pecah, itu lho yang kamar mandinya dua belas, gampang kok itu yang gentengnya segitiga. ENGGAK DONG!

Kalo kalian datang ke rumah orang terus langsung masuk ke kamar mandi dan ngitung jumlah kamar mandinya, belum selesai ngitung, udah dikeplak baskom kepala kalian!

Emang kalian pernah sengaja masuk rumah orang buat ngeliat ubinnya pecah-pecah atau enggak? Kalo nggak pecah gimana? Mau dipecahin ubinnya? Sekarang lebih cepet mana, ubin yang pecah atau kepala kau yang pecah duluan?

Kecuali kalo kalian bisa terbang, nah, cari deh itu genteng segitiga! Kalo nggak segitiga, kalian gigitin itu genteng sampe segitiga!

KESEL! 
   

Sunday, January 19, 2020

Mengejar Upin & Ipin

Saya nonton dan penggemar serial kartun Malaysia Upin & Ipin, ya siapa yang enggak ya? kayaknya semua suka, kecuali yang tersindir sama episode jerebu. Tapi saya enggak, kan emang kenyataan begitu, negara tetangga tercemar asap, sama kayak saya yang tercemar vape. Bukan obat nyamuk ya, kalo saya nyamuk nguing-nguing dong? Hahahahaaaduh nggak lucu.

Oke skip aja...

Nah jadi gini, suatu hari saya nonton episode UpinIpin yang episode piala dunia, ceritanya mereka sama Tok Dalang nobar pildun di warung Uncle Mutu. nah besoknya mereka tuh berkhayal bahwa mereka jadi pemain timnas lalu berlaga di ajang piala dunia, dan mereka menang dengan dramatis. Nah ceritanya sih biasa aja ya, khayalan tentang berlaga di ajang besar seperti piala dunia memang kerap terjadi, jangankan anak-anak orang dewasa juga, pada ngimpi. Tapi ya orang kita mah jagonya ngimpi *hasek!

Oke kita kembali ke pembahasan, ceileeee siapa yang juga ngebahas, guenya aja butuh konten, hahahahaaaaduh minta ditampol gue...

Oke, gini. Di ending ceritanya mereka ngambil foto, pose kesebalasan. Dan yang menarik adalah tulisan di bawah foto itu "Suatu Hari Nanti..."

Gila! waktu nonton itu saya merinding sumpah! Bahkan berkali-kali saya nonton, saya masih merinding. Bayangkan hanya satu kalimat pendek, tapi bisa menggugah optimisme. Paling tidak saya sih gitu.

Atau saya aja yang ngerasa begitu ya? Hehehe...

Tapi saya optimis bahwa bukan saya saja yang tergerak, mungkin ada jutaan orang lain yang memiliki mimpi ke ajang pildun yang juga tergerak oleh kalimat sederhana itu.

Kemudian saya nonton lagi, dan saya menyadari bahwa cerita Upin & Ipin ini tidak hanya serputar sebatas kehidupan mereka sehari-hari. Kehidupan mereka sehari-hari sih, tapi justru dalam kehidupan sehari-hari itu banyak sekali pesan edukasi yang disampaikan.

Ada cerita yang enteng kayak misalkan lomba durian, miara berudu, ngejar Rambo, jadi detektif, berpetualang ke masa lalu, ke masa depan, malah mereka pernah berubah wujud jadi pensil, jam weker, buku..

Tapi ada juga yang berat. Misal. Soal rajin belajar, kerja atau nabung kalo pengen sesuatu, soal tepat waktu, menghargai pembaerian orang, penyuluhan kebakaran, mengatasi ular, bahkan sampai hal-hal yang berat semacam, toleransi, keragaman, menghormati orang lain, sampai ke masalah anti korupsi, serius! Kalo nggak percaya, cari aja deh atau nonton aja, kan masih tayang juga. gratis kok di tv, nggak usah streaming.

Mereka mengajarkan soal literasi ketika di salah satu episode mereka berubah jadi buku, mengajarkan soal waktu ketika mereka berubah menjadi jam weker, mencintain alam ketika mereka berubah jadi ikan.

bagusnya dari Upin & Ipin ini mereka mengajarkan dengan cara yang sangat menghibur, yang kalo dibikin disini jatohnya akan jadi sangat membosankan, menggurui, dan nggak akan ditonton.

Maaf nih, bukannya nggak cinta produk dalam negeri, tapi salah satu animasi dalam negeri ngajarin soal penyuluhan mengatasi kebakaran. Dan itu sangat membosankan, kayak penyuluhan RW, seminar formalitas, nggak seru.

Beberapa hari sebelum saya menulis entri ini saya nonton podcast Deddy Corbuzier sama Billy Mambasar, di menit kesekian Deddy bilang bahwa segala macam cita-cita, mimpi Jokowi tentang Indonesia harusnya bisa disampaikan dengan baik, salah satunya melalui peran influencer, yang kocak Billy nanya balik ke Deddy emang berapa orang influencer baik yang bisa menyampaikan pesan tentang optimisme? Deddy ngakak, saya juga. Karena kalo dipikir-pikir ya bener juga, influencer baik kan cuma dikit, sisanya ya... baik banget! Huahahaha!

Nah saya jadi kepikiran kan, bener juga. Jangan-jangan itu yang dilakukan sama pemerintah Malaysia, mereka menyampaikan nila-nilai luhur melalui Upin & Ipin, Ejen Ali, Boboi Boy. Siapa tahu. Terlepas dari kemungkinan produsen film tersebut memang memiliki nasionalis yang tinggi.

Jadi menurut saya, untuk menerapkan nilai-nilai Pancasila, nilai adat budaya, dan segala macam sifat baik yang ada di negara ini. Selain melalui kurikulum pendidikan, melalui badan apa itu namanya ya? BPIP yang diketuai Bu Mega. ada satu cara yagn bisa dilakukan. Melalui pembuat cerita, story teller, story writer.

Saya yakin, para penulis cerita yang kita punya memiliki kemampuan membuat cerita yang mendalam, edukatif, dan menghibur. Dengan Upin & Ipin sebagai standar terbawah. Kenapa saya standarnya Upin & Ipin? Ya karena saya nontonnya itu, hahaha.

Saya yakin, kita punya kemampuan seperti itu, saya yakin  walaupun saya memiliki kemampuan itu dalam kualitas standar, tapi pasti ada yang punya kualitas tinggi.

Satu sumber daya kita punya, para penulis cerita yang memiliki kepedulian terhadap bangsa ini. Tinggal butuh medianya, tapi media yang ada memiliki orientasi bisnis, profit, keuntungan, tidak salah, namanya juga bisnis. Kalo bis antarkota, itu buat mudik. Hahahahahaduuuuh... udah pengen merajam saya ya?

Orang yang peduli ada, berkemampuan ada, media ada, tapi jembatannya belum ada. Mungkin ini adalah bagian dari pemerintah?

Malaysia punya Upin & Ipin, kita punya Unyil. Daripada si Unyil jalan-jalan ke pabrik-pabrik ye kan? Bukannya nggak bagus ke pabrik, bagus aja, tapi Unyil bisa dibuat lebih efektif lagi dari sekedar cuma jalan-jalan.

Memang nggak bisa instan, perlu proses yang panjang. Makanya harus dimulai sesegera mungkin, kalo bisa sekarang, mungkin, kalo saya ada modal.

Ada yang bisa menyampaikan ini ke Presiden atau Bang Billy? Mereka harus tahu soal ini, Presiden Jokowi, Billy Mambasar, Erick Tohir, Nadiem Makarim, Whisnutama,anaknya Harry Tanoe, putri Tanjung, stafsus milenial, kementrian kreatif, lembaga terkait, media harus bicara kepada saya, untuk mulai menyelamatkan negara, bangsa, dan kemanusiaan!

*ditoyor netijen, elu siapaaaaaa!!!

Sunday, September 22, 2019

Bancakan

Selama kurleb 25thn saya hidup bersama orangtua saya di sebuah rumah yang terletak di dalam sebuah gang sempit. Gangnya sempit banget, kalo ada yang naek nmax masuk gang rumah saya pasti saya sumpahin bau mulut 30thn nggak sembuh-sembuh!

Nggak mikir itu penghuni gang, usah jelas gang sempit pake nmax! Kucing aja kalo ketemu di tengah gang berdiri pake dua kaki sambil mepet tembok, ini pake nmax!

Setelah saya menikah dan berkeluarga saya tinggal di rumah mertua.

Iya saya tinggal di rumah mertua, emang kenapa? Udah urusin urusan masing-masing aja ya. Kalo ngurus KTP udah bisa tinggal ngeprint di fotokopian, baru ngurusin orang lain. Oke? Bagus!

Nah kembali lagi. Saya tinggal zama mertua, tapi masih sering ke rumah orangtua, karena nggak jauh sih cuma beda kecamatan aja. Kadang saya datang paket komplit, saya sekeluarga. Kadang paket hemat, saya sama anak aja. Kadang ala carte, saya doang. Biasanya kalo lagi ngojek tuh saya suka mampir ke rumah orangtua. Sekedar istirahat tiduran bentar, mampir minta minum, minta makan, minta bensin, minta uang sekolah anak, minta uang buat traveling ke Eropa.

Iya, saya emang anak bajingan.

Nah, beberapa hari yang lalu saya mampir di sela-sela kesibukkan ngojek. Saya datang ala carte, sendirian. Nah pas saya datang ada tetangga lagi bagi-bagi nasi bungkus karena anaknya lagi ulang tahun. Nggak banyak sih, dikit doang paling paket sekitar 20anak.

Tahu istilah bancakan nggak? Menyedihkan sih istilah bancakan zaman sekarang, identiknya sama dana bancakan korupsi. Padahal waktu saya kecil, kalo denger bancakan itu selalu disambut dengan sukacita.

Jadi nasi yang dibagiin dalam rangka ultah itu kalo di saya itu disebutnya nasi bancakan. Nasi bagi-bagi dalam rangka syukuran. Tapi istilah nasi bancakan ini dipake pas lagi ada anak kecil ultah aja. Kalo acara lain nggak disebut bancakan.
Nasinya sederhana sih, namanya juga acara anak-anak. Isinya paling nasi kuning atau nasi uduk, pake telor yang disuir atau relor rebus setengah, terus kentang sama bihun.

Kenapa sederhana? Karena kami hanya anak gang yang miskin. Coba kalo yang ultahnya anak raja Arab. Mungkin telornya dilapis emas, pake nasi tumpeng yang di puncaknya dihiasi swarovski, ayamnya sekandang, bawahnya tetep bihun. Bihun is passion.

Tapi walaupun sederhana anak-anak dikasih gitu udah girang banget, apalagi kalo ditambahin ager-ager, wah didoain sampe seminggu tuh yang hajat.

Nah abis bagi-bagi gitu nanti biasana si orangtuanya keluar rumah, berdiri di pager terus manggilin anak-anak.

"Hei anak-anak, jangan lupa yang udah dapet nasi, bayar!"

Hahahah, enggak, enggak. Biasanya orangtuanya manggil anak-anak sekitar.

"Hei anak-anak, kumpul saweran!"

Nah langsung rusuh deh tuh anak-anak! Yang dapet nasi yang nggak dapet ngumpul semua. Anak perempuan, anak laki-laki, anak kecil, anak gede, anakonda. Kumpul semua! Dan seringkali ibu-ibunya ikutan kumpul juga rebutan saweran sambil ketawa-ketawa.

Nah biasanya uangnya bertahap. Ada yang recehan, biasanya ditempel sama permen, ada yang dua ribuan, biasanya dilipet-lipet sampe kecil banget seukuran mikroskopis. Ada yang sepuluh ribuan, biasanya ditempel ke batu bata.

Nah disebar deh tuh uangnya. Anak-anak sama ibu-ibu rebutan. Biasanya teriak doang tapi nggak dapet. Abis itu selesai saweran terus berdoa. Orangtuanya biasanya yang minta doa. Nggal doa resmi sih cuma bilang makasih sama semoga anaknya jadi gini-gitu. Lalu diaminkan sama semua anak dan orangtua yang ada di situ. Abis itu bubar sambil sorak sorai ngitung duit yang didapet, yang ibu-ibu biasanya ngomel-ngomel sambil ketawa-ketawa karena nggak dapet duitnya. Tapi emang nggak ngarep dapet duitnya, cuma seru-seruan aja.

Di tempat tinggal saya sekarang nggak ada anak yang seumuran anak saya sih, jadi nggak ada acara bancakan gitu. Ada sih anak-anak di sekolah atau di tempat ngaji. Tapi saya belum pernah denger  ada istilah bancakan di sini. Saya pernah bikin acara bancakan gitu tapi duluuu, sekitar empat-enam tahun yang lalu, itupun ponakan saya yang bancakan, bukan anak saya.

Acaranya sih gitu doang sih, serunya cuma segitu doang. Tapi sejumput keseruan itu sedikit... apa ya? Bring back time to the past gitu. Semua guyub, bersatu, gembira, seru. Jadi nostalgic gitu.

Keren ya negara +62 ya?