Friday, July 25, 2014
Lebaran
Ya, lebaran sebentar lagi, kali ini memang benar-benar sebentar lagi. Nggak kayak iklan layanan chatting yang ada Afgan, Giring sama Andien, baru seminggu puasa udah bilang lebaran sebentar lagi.
Ada sesuatu yang cukup meresahkan, menggelisahkan, apa ya? Atau mungkin saya yang berlebihan.
Gini lho, lebaran itu kan konon katanya adalah hari kemenangan, nah kemenangan itu ada setelah perjuangan. Ini masalahnya, perjuangannya apa? Menahan lapar dan haus? menurut saya tidak perlu lebaran untuk bisa mendapatkan kemenangan dari lapar dan dahaga. Karena setiap hari juga kita buka puasa toh?
Tapi ada lagi, menahan diri dari nafsu, itu yang sulit, terumata nafsu amarah. Katanya, jin dan setan itu dibelenggu ketika blan puasa, tapi menurut saya sih yang dibelengunya cuma jin kelas bawah, kelas lapar dan dahaga. Buktinya, walaupun puasa banyak orang yang marah-marah, apalagi di jalan pas mau buka puasa, pasti ribut sama klakson, ngejar buka di rumah,padahal udah adzan isya. JAdi sebetulnya jin kelas atas itu tidak berhasil dibelenggu karena keburu nyamar jadi manusia.
Yang membuat miris itu sebetulnya begini. Orang puasa teriak-teriak "Hei hargai orang yang berpuasa!" atau "Tutup warungnya, ada orang puasa!"
Hei, puasa atau tidak itu kan hak semua orang, maksudnya, iya memang puasa di bulan ramadhan itu kewajiban, tapi kan yang nggak puasa juga boleh. Misalkan yang sakit, lagi dapet, hamil, atau memang non muslim.
Bisa disebut perjuangan itu kalo ada rintangan, kita itu menhana godaan, bukan menghilangkan godaan. Jadi kalo ada orang makan di depan kita, ya biarin aja, nggak usah dimarahin dengan dalih kita lagi puasa da dia harus menghormati kita. Pertanyaannya adalah, sampai sejauh mana kita bisa nahan godaan untuk ikut makan? Disitulah kita diuji
Apa artinya perjuangan tanpa rintangan? Kalo gitu mah sama aja kayak kita ujian tapi nggak pake soal. Tingggal nulis nama doang, dimana nilainya?
Semakin sulit ujiannya maka semakin tinggi nilainya, semakin besar godaannya maka semakin besar pula pahalanya. Sederhana kan?
Pertanyaannya, kita mau nggak naik pang atau naik kelas? Menurut saya, orang puasa tapi melarang orang makan di depannya itu sama kayak orang mau dapet gaji tapi nggak mau kerja.
Kita teriak-teriak minta dihargai, tapi kita belum menghargai orang lain. Misalkan, yang gampang aja, kita pake jalan buat shalat ied, ada mobil lewat, kita bilangnya "Dasar brengsek, nggak tahu ini kita lagi mau shalat ied?"
Tapi di kesempatan lain, jalan padat karena dipake parkir gereja, kita bilang "Ah menuhin jalan aja!" dimana penghargaan kita?
Kita sibuk minta penghargaan, tapi pada saat kaum kristiani natalan, kita malah ribut menghalalkan, mengharamkan ucapan natal dan saling mengkafirkan, maksudnya ya udahlah kalo mau ngucapin yaa ucapin aja, kalo nggak mau ya diem aja, selesai kan?
Oke skip, pembahasannya bisa panjang kalo ngomongin itu.
Kita kembal lagi ke masalah lebaran dan kemenangan.
Dengan gejala penghargaan itu, saya jadi bertanya-tanya. yang akan mendapat berkah itu siapa ya? Ynag puasa? Atau malah yang nggak puasa? Mengingat mereka yang tidak puasa ternyata lebih susah payah untuk makan dengan sembunyi-sembunyi, dan menghargai yang puasa.
Ini tentunya tidak mengeneralisir apa-apa, saya tahu tidak semua yang berpuasa seperti itu, pun sebaliknya, tidak semua yang tidak berpuasa seperti itu juga.
Kembali lagi ini adalah sebuah ocehan dari seorang pemuda tampan yang sok tahu,
itu saja
Thursday, July 24, 2014
Mungkin ini mah ya
Seperti judulnya ini mah, mungkin gitu
Menurut saya masa kecil saya itu luar biasa, karena saya pernah maen di sawah, pernah maen petak umpet, dan pernah maen banyak permainan lain yang mungkin anak sekarang jarang maen karena imbas teknologi sehingga mereka lebih senang maen gadget atau game online.
Saya tidak akan membicarakan soal perlindungan hukum, hak dan kewajiban anak, dan segala macam tetek bengek yang bikin kepala pusing. Udah mah saya stres karena batal puasa seminggu gara-gara sakit, ditambah ngomongin yang berat-berat, ah pusing.
Jadi gini, masa kecil saya itu orangtuanya sangat ortodok, konvensional, kuno lah. Tapi menyenangkan lho, karena saya pernah melakukan sesuatu untuk sebuah imbalan. Misalkan puasa dan lebaran. Kalo puasanya penuh dapet apa, kalo nggak penuh dapet apa, dan menjalankannya itu keren, ketika mendapat hadiah itu luar biasa lho rasanya.
Dan banyak orangtua sekarang berpikiran modern, tidak mau memberikan hadiah karena tidak mau mendidik anaknya menjadi penuntut. mereka mau mendidik anaknya buat ikhlas. Bagus, sih, tapi entahlah menurut saya malah nggak asyik.
Misalkan gini, kita ambil contoh, lebaran lah. Orangtua nggak mau ngasih anaknya baju baru karena nggak mau memanjakan, nanti merengek-rengek, nanti ibadahnya karena minta imbalan. Hei mereka itu anak-anak, mereka belum paham arti ikhlas. Ada banyak sisi yang bisa ditelaah.
Kadang orangtua itu meremehkan anak-anak. Kita liat satu persatu.
1. Mereka nggak mau anaknya merengek
nah kalo anaknya nggak mau merengek, ya siapkanlah budgetnya dari jauh hari, disini adalah fungsi orangtua untuk menyediakan kelayakan untuk anaknya. Disini ada motivasi buat orangtua untuk bekerja keras.
2. beli baju baru bukan cuma lebaran
Betul, ada momen lain, tapi ini lebaran! Lebaran! kesannya beda sama hari biasa. Anak punya hak untuk merengek, dan ini momen yang tepat.
3. Nanti anaknya kalo ibadah jadinya motivasinya karena imbalan dong.
Jangan mnafik, emang orangtuanya nggak melakukan apapun tanpa imbalan? Lha emang orangtua ibadah buat apa? Dapat imbalan! Imbalan masuk surga, imbalan pahala, dan sebagainya.
Lagipula kita lupa satu hal, anak akan tumbuh dewasa, dia akan belajar, dari gurunya, guru ngajinya, teman-temannya. Suatu saat nanti mereka akan mendengar bahwa ibadah itu begini, begini, begini. Ketika mereka beribadah karena mengharapkan imbalan dari kita, nanti juga mereka akan paham ibadah itu seharusnya seperti apa.
JAngan remehkan anak-anak!!
Memang cetek, karena saya pun baru jadi orangtua, tapi saya yakini itu, karena saya dan jutaan anak lain di generasi saya hidup dengan cara seperti itu, dan kami baik-baik saja.
Ada sebuah kebahagiaan ketika melihat anak laporan bahwa puasanya penuh, lalu minta hadiah, dan kita berikan, lalu matanya bersinar, lalu mereka dengan "sombong" memamerkan hadiahnya ke teman-temannya.
Mereka itu anak-anak, dan imbalan terhadap sesuatu adalah hak mereka, berikan hak itu!
Pendidikan anak itu dimulai ketika anak kita lahir sampai kita sebagai orangtua mati. Bukan berarti saya melarang atau gimana, tidak! Yang mau mendidik anak dengan cara A silahkan, dengan cara B silahkan, dengan cara apapun silahkan. Tapi bagi saya menjadi orangtua yang konvensional itu sangat menyenangkan.
Keberuntungan ada di generasi saya, karena kami dibesarkan secara konvensonal, tapi dengan pola pikir yang dibentuk secara modern. Jadi seharusnya kalau 1+2=3, maka bisa jadi konvensional+mdern=ideal.
ada banyak sekali unsur pendidikan dan unsur anak yang tidak saya masukkan.Karena ya itu, banyak banget, dan akan ada bantahan, pasti. tapi teori saya mengatakan
Anak belajar hidup dari imbalan
Remaja belajar hidup dari idola
Orangtua balajar hidup dari cobaan
Orangtua tidak boleh "melarang" apapun, tuas orangtua seperti saya adalah untuk monitoring dan pengarahan. landasannya pengalaman hidup, norma masyarakat dan agama tentunya. Kuncinya adalah bagaimana kita mengajarkan sesuatu dengan cara yang persuasif. Kecualiiiii untuk beberapa hal memang harus otoriter tanpa harus ada penjelasan, paham kan maksudnya?
Tapi kembali lagi ini hanya komentar dari saya saja, nggak usah terlalu serius, lagian saya mah apa atuh cuma butiran debu. Saya hanya seorang pemuda tampan yang sok tau, hahaha
terbuka untuk masukan, kalo ada yang masuk
Menurut saya masa kecil saya itu luar biasa, karena saya pernah maen di sawah, pernah maen petak umpet, dan pernah maen banyak permainan lain yang mungkin anak sekarang jarang maen karena imbas teknologi sehingga mereka lebih senang maen gadget atau game online.
Saya tidak akan membicarakan soal perlindungan hukum, hak dan kewajiban anak, dan segala macam tetek bengek yang bikin kepala pusing. Udah mah saya stres karena batal puasa seminggu gara-gara sakit, ditambah ngomongin yang berat-berat, ah pusing.
Jadi gini, masa kecil saya itu orangtuanya sangat ortodok, konvensional, kuno lah. Tapi menyenangkan lho, karena saya pernah melakukan sesuatu untuk sebuah imbalan. Misalkan puasa dan lebaran. Kalo puasanya penuh dapet apa, kalo nggak penuh dapet apa, dan menjalankannya itu keren, ketika mendapat hadiah itu luar biasa lho rasanya.
Dan banyak orangtua sekarang berpikiran modern, tidak mau memberikan hadiah karena tidak mau mendidik anaknya menjadi penuntut. mereka mau mendidik anaknya buat ikhlas. Bagus, sih, tapi entahlah menurut saya malah nggak asyik.
Misalkan gini, kita ambil contoh, lebaran lah. Orangtua nggak mau ngasih anaknya baju baru karena nggak mau memanjakan, nanti merengek-rengek, nanti ibadahnya karena minta imbalan. Hei mereka itu anak-anak, mereka belum paham arti ikhlas. Ada banyak sisi yang bisa ditelaah.
Kadang orangtua itu meremehkan anak-anak. Kita liat satu persatu.
1. Mereka nggak mau anaknya merengek
nah kalo anaknya nggak mau merengek, ya siapkanlah budgetnya dari jauh hari, disini adalah fungsi orangtua untuk menyediakan kelayakan untuk anaknya. Disini ada motivasi buat orangtua untuk bekerja keras.
2. beli baju baru bukan cuma lebaran
Betul, ada momen lain, tapi ini lebaran! Lebaran! kesannya beda sama hari biasa. Anak punya hak untuk merengek, dan ini momen yang tepat.
3. Nanti anaknya kalo ibadah jadinya motivasinya karena imbalan dong.
Jangan mnafik, emang orangtuanya nggak melakukan apapun tanpa imbalan? Lha emang orangtua ibadah buat apa? Dapat imbalan! Imbalan masuk surga, imbalan pahala, dan sebagainya.
Lagipula kita lupa satu hal, anak akan tumbuh dewasa, dia akan belajar, dari gurunya, guru ngajinya, teman-temannya. Suatu saat nanti mereka akan mendengar bahwa ibadah itu begini, begini, begini. Ketika mereka beribadah karena mengharapkan imbalan dari kita, nanti juga mereka akan paham ibadah itu seharusnya seperti apa.
JAngan remehkan anak-anak!!
Memang cetek, karena saya pun baru jadi orangtua, tapi saya yakini itu, karena saya dan jutaan anak lain di generasi saya hidup dengan cara seperti itu, dan kami baik-baik saja.
Ada sebuah kebahagiaan ketika melihat anak laporan bahwa puasanya penuh, lalu minta hadiah, dan kita berikan, lalu matanya bersinar, lalu mereka dengan "sombong" memamerkan hadiahnya ke teman-temannya.
Mereka itu anak-anak, dan imbalan terhadap sesuatu adalah hak mereka, berikan hak itu!
Pendidikan anak itu dimulai ketika anak kita lahir sampai kita sebagai orangtua mati. Bukan berarti saya melarang atau gimana, tidak! Yang mau mendidik anak dengan cara A silahkan, dengan cara B silahkan, dengan cara apapun silahkan. Tapi bagi saya menjadi orangtua yang konvensional itu sangat menyenangkan.
Keberuntungan ada di generasi saya, karena kami dibesarkan secara konvensonal, tapi dengan pola pikir yang dibentuk secara modern. Jadi seharusnya kalau 1+2=3, maka bisa jadi konvensional+mdern=ideal.
ada banyak sekali unsur pendidikan dan unsur anak yang tidak saya masukkan.Karena ya itu, banyak banget, dan akan ada bantahan, pasti. tapi teori saya mengatakan
Anak belajar hidup dari imbalan
Remaja belajar hidup dari idola
Orangtua balajar hidup dari cobaan
Orangtua tidak boleh "melarang" apapun, tuas orangtua seperti saya adalah untuk monitoring dan pengarahan. landasannya pengalaman hidup, norma masyarakat dan agama tentunya. Kuncinya adalah bagaimana kita mengajarkan sesuatu dengan cara yang persuasif. Kecualiiiii untuk beberapa hal memang harus otoriter tanpa harus ada penjelasan, paham kan maksudnya?
Tapi kembali lagi ini hanya komentar dari saya saja, nggak usah terlalu serius, lagian saya mah apa atuh cuma butiran debu. Saya hanya seorang pemuda tampan yang sok tau, hahaha
terbuka untuk masukan, kalo ada yang masuk
Wednesday, July 9, 2014
Ada apa di balik "cie"?
Dibalik kata "cie"
Ada kecemburuan.
Dibalik kata "Gak pa pa"
Ada masalah..
Dibalik kata "terserah''
Ada keinginan...
Dibalik kata "Ya udah"
Ada kekecewaan.... Katanya sih begitu. Masa sih?JAdi gini, ada yang cie-in orang"Cieee, berduaan terus!"Vonisnya adalah si orang yang cie-n itu seolah lagi ngegodain, tapi dalam hatinya berkata "Sialan, padahal gue udah ngincer tuh cewek, eh dia yang dapet!"Ini bisa berlaku untuk cewek atau cowok ya, tapi karena eike cowok tulen, jadi pake contohnya cowok.Kembali lagi,jadi divonis begitu rupa gitu lho. Mungkin kejadiannya begini. Cowok ngincer cewek terus ceweknya biasa aja, tapi ternayta ceweknya deket sama cowok lain dan responnya lebih baik dari respon ke cowok pertama itu. Nah cowok itu curhat sama temennya, temennya heran, bukannya cie-in kemaren? Ah itu mah buat nutupin keselnya gue aja, kata cowok itu.Mungkin kejadiannya begitu kali ya? Mungkiiiiin...Malah nih ya, ada yang lebih dalem lagi, komiknya udah beredar di dunia maya.
Kira-kira begitu gambar ag beredar di dunia maya. Gambar itu seolah-olah menjadi sebuah paham yang baru, sebuah kiblat dan pembenaran dari si "cie" itu.Mungkin memang tidak salah, siapa yang nggak emosi kalo ngeliat gebetan dideketin orang lain. siapa yang nggak emosi ketika sadar dirinya nggak berdaya buat deketin gebetan.Tapi gimana kao mindsetnya kita ganti?Alih-alih "Ada cemburu dibalik cie," menjadi "Ada doa dibalik cie,"Gimana kalo gitu? Jadi kalo ada yang cie-in gitu "Cieee yang lagi nungguin bbm," jangan dijawab dengan "Ada sirik dibalik cie, ada cemburu cie," tapi dijawabnya "Iya nih lagi harap-harap cemas, hehehehe," udah gitu aja. Jadi kalo ada yang cie-in kita, kita anggap aja itu sebagai sebuah doa. "Cieee korban ldr yang lagi nungguin kabar,"Itu artinya,"Ya Tuhan sabarkan kawanku ini dalam menunggu kabar, dan jagalah kawanku yang satunya lagi yang sdang ditunggu kabarnya," kalo ada yang lagi pacaran di tl "Cieee pacaran di tl, muas-muasin soalnya kan kemaren backstreet" Itu artinya."Ya Tuhan, tolong jaga mereka tetap dekat dan mudahkan menuju ridho-Mu, mudahkan menuju pelaminan, dan bimbing mereka di jalan menuju keluarga yang Kau ridhoi,"Dan ribuan bahkan jutaan doa-doa yang lain! Gimana kalo mindsetnya kita ubah begitu? Karena Setiap doa tentang kebaikan yang kita panjatkan untuk saudara kita, akan berbalik lagi kepada kita.Tapi kembali lagi, tergantung kitanya juga, mau cie itu diangap ah sudahlah toh cuma main-main, atau mau dianggap serius, bebas! Pada akhirnya kembali lagi bahwa semua yang dipaparkan diatas hanya pendapat saja, pendapat dari seorang pemuda tampan yang sok tau.
peacecem
Ada kecemburuan.
Dibalik kata "Gak pa pa"
Ada masalah..
Dibalik kata "terserah''
Ada keinginan...
Dibalik kata "Ya udah"
Ada kekecewaan.... Katanya sih begitu. Masa sih?JAdi gini, ada yang cie-in orang"Cieee, berduaan terus!"Vonisnya adalah si orang yang cie-n itu seolah lagi ngegodain, tapi dalam hatinya berkata "Sialan, padahal gue udah ngincer tuh cewek, eh dia yang dapet!"Ini bisa berlaku untuk cewek atau cowok ya, tapi karena eike cowok tulen, jadi pake contohnya cowok.Kembali lagi,jadi divonis begitu rupa gitu lho. Mungkin kejadiannya begini. Cowok ngincer cewek terus ceweknya biasa aja, tapi ternayta ceweknya deket sama cowok lain dan responnya lebih baik dari respon ke cowok pertama itu. Nah cowok itu curhat sama temennya, temennya heran, bukannya cie-in kemaren? Ah itu mah buat nutupin keselnya gue aja, kata cowok itu.Mungkin kejadiannya begitu kali ya? Mungkiiiiin...Malah nih ya, ada yang lebih dalem lagi, komiknya udah beredar di dunia maya.
Kira-kira begitu gambar ag beredar di dunia maya. Gambar itu seolah-olah menjadi sebuah paham yang baru, sebuah kiblat dan pembenaran dari si "cie" itu.Mungkin memang tidak salah, siapa yang nggak emosi kalo ngeliat gebetan dideketin orang lain. siapa yang nggak emosi ketika sadar dirinya nggak berdaya buat deketin gebetan.Tapi gimana kao mindsetnya kita ganti?Alih-alih "Ada cemburu dibalik cie," menjadi "Ada doa dibalik cie,"Gimana kalo gitu? Jadi kalo ada yang cie-in gitu "Cieee yang lagi nungguin bbm," jangan dijawab dengan "Ada sirik dibalik cie, ada cemburu cie," tapi dijawabnya "Iya nih lagi harap-harap cemas, hehehehe," udah gitu aja. Jadi kalo ada yang cie-in kita, kita anggap aja itu sebagai sebuah doa. "Cieee korban ldr yang lagi nungguin kabar,"Itu artinya,"Ya Tuhan sabarkan kawanku ini dalam menunggu kabar, dan jagalah kawanku yang satunya lagi yang sdang ditunggu kabarnya," kalo ada yang lagi pacaran di tl "Cieee pacaran di tl, muas-muasin soalnya kan kemaren backstreet" Itu artinya."Ya Tuhan, tolong jaga mereka tetap dekat dan mudahkan menuju ridho-Mu, mudahkan menuju pelaminan, dan bimbing mereka di jalan menuju keluarga yang Kau ridhoi,"Dan ribuan bahkan jutaan doa-doa yang lain! Gimana kalo mindsetnya kita ubah begitu? Karena Setiap doa tentang kebaikan yang kita panjatkan untuk saudara kita, akan berbalik lagi kepada kita.Tapi kembali lagi, tergantung kitanya juga, mau cie itu diangap ah sudahlah toh cuma main-main, atau mau dianggap serius, bebas! Pada akhirnya kembali lagi bahwa semua yang dipaparkan diatas hanya pendapat saja, pendapat dari seorang pemuda tampan yang sok tau.
peacecem
Friday, March 21, 2014
2014
Sebelumnya ingin mengingatkan bahwa saya adalah seorang
pemuda tampan dan sok tau, jadi nggak usah serius banget. Mari kita bicara
sesuatu. Mari kita bicara sedikit serius, sedikit aja, jangan banyak-banyak, nanti
tumpah.
April adalah bulan pemilu, tanggal 9 kita akan melaksanakan
pemilu. artinya memilih wakil rakyat, dan pemilu juga berfungsi untuk memilih
presiden. Padahal, kenapa harus memilih ya? Kan kata Iwan Fals, lelaki itu
bukan untuk dipilih. Mungkin mereka bukan fans Iwan Fals, mungkin juga mereka
akan bertanya diapa dia. Yang saya sukai dari pemilu tahun ini adalah pemilu
akan dilaksanakan pada tanggal 9 April, dan yang disukai dari tanggal 9april
adalah hari rabu, yang artinya ketika pemilu ini dilaksanakan maka kita akan
libur! *kali libur
Cuma bukan itu yang mau dibicarakan, tapi mau nanya nanti
mau pilih siapa?
Ini jadi menarik karena capres yang maju adalah seseorang
yang masih menjabat sebagai Gubernur, siapa lagi kalo bukan Jokowi? Sementara sisanya
adalah capres yang melakukan pencitraan melalui iklan sejak bertahun-tahun yang
lalu, yang mungkin tetap tidak berhasil, karena track record mereka yang tidak
terlalu baik
2014 dipenuhi oleh
pengkhianat bangsa. salah satu capres adalah seorang jenderal yang perjalanannya
diwarnai kasus kelam berkaitan dengan HAM. Yang satu lagi juga orang lama, yang
satu lagi ikutan jadi capres adalah seorang mentri yang sedang menjabat, lalu
ada lagi pengusaha yang memusnahkan satu desa (atau kota?) dia ini macam Majin Buu
aja yang ada di Dragon Ball. Dan satunya tentunya sang gubernur.
Kenapa saya bilang 2014 dipenuhi oleh pengkhianat bangsa? Karena
menurut pendapat saya, pejabat yang masih dalam masa tugas lalu mencalonkan
diri jadi presiden adalah pengkhianat, karena untuk kampanye mereka mengajukan
cuti, artinya mereka nggak ngurusin rakyat. Jadi, apa pantas mereka dipilih?
Bagaimana saya bisa percaya mereka akan ngurusin rakyat kalo
mereka memilih cuti untuk jadi jurkam atau capres? Bagaimana bisa percaya orang
bisa ngurus negara sementara ngurus perusahaannya saja nggak bisa?
Bagaimana saya bisa percaya kepada orang yang hanya minta
maaf terhadap apa yang dilakukan anak buahnya di masa lalu?
Saya pun tidak respek dengan pemerintahan sekarang, tapi
bagaimana saya bisa percaya berita di media, ketika pemilik medianya ikutan
mencalonkan diri sebagai preiden?
Jokowi adalah seorang Gubernur, Gubernur membuat kebijakan, dia
ngurusin semua warga, sementara partai ngurusin dirinya sendiri. Tapi ketua partai
seenaknya nyuruh seorang gubernur mencalonan diri jadi presiden. ini kan aneh,
pemimpin provinsi, pembuat kebijakan kok bisa disuruh-suruh sama partai? Ini yang
pemerintah siapa? Pantas aja kalo negara nggak maju, sistemnya aja model begini.
Terus gimana saya bisa percaya sama dia?
Dan sontak media ramai membicarakan soal ini, media sosial
riuh dengan berbgai peperangan antata pendukung dan pembenci, beragam teori
konspirasi bermunculan. Saya pun tidak lagi respect kepda belau, bukan karena
dia boneka atau gila jabatan, tapi pengkhianat bangsa.
Lalu bermunculan pernyataan bahkan petisi ajakan golput. Apakah
saya akan golput? Tidak! Kenapa? Karena kalo saya nggak nyoblos, berarti ada
satu surat suara nganggur dan bisa digunakan untuk kepentingan kandidat
tertentu, enak aja, mending saya rusak aja surat suaranya biar nggak sah.
Tapi saya akan memilih, pilih siapa? Ini sulit, ini adalah
masalah memilih yang terbaik dari yang buruk, pilihan sulit. Saya akan memilih sang
gubernur, sulit memang, seperti menjilat ludah sendiri, tapi dibanding harus
memilih orang orde baru atau pengusaha demolition man, saya pilih gubernur. kecuali
kalo hasil konvensi memunculkan nama yang sesuai harapan.
Bagaimana dengan caleg lain? Sederhana, nggak ada yang
kenal, jadi kemungkinannya ada 2, pilih artis, karena nggak semua artis nggak
bisa kerj, tapi bukan berarti saya akan memilih model majalah dewasa juga,
apalagi pemilik tas puluhan juta. Atau rusak lagi surat suaranya
Semua keriuhan ini saya tidak pahami. Karena sebenarnya seserhana,
kendali ada di tangan kita. Kalo nggak suka nonton yks tinggal ganti channel,
selesai urusan. Nggak suka sama capres tertentu, ya jangan dipilih. Simple kan?
Pemberitaan berlebihan, hanya akan menaikkan publisitas secara gratis, walaupun
tidak menaikkan elektabilitas juga *asik
Tapiiiii, ini hanya opini, tulisan (ketikan di atas) masih berantakan. Pencerahan akan selalu dicari.
Semakin berkembang jaman, manusia semakin cerdas, harusnya
sih…
Saturday, January 4, 2014
Miskin Tapi Sombong
Demi Tuhan, karena latar belakang kehidupan yang kurang menyenangkan saya pernah mengucapkan kalimat sakti yang menjadi kenyataan saat ini.
Demi Tuhan, ketika kalimat itu keluar, yang ada hanyalah dua niat.
Pertama, adalah untuk bercanda.
Kedua, adalah untuk mempertahankan diri.
Saya lupa gimana awalnya, siapa saja yang sedang bicara, dan membicarakan tentang apa. Tapi yang saya ingat adalah saya berada dalam sebuah situasi canda yang menykitkan. Dimana canda itu memiliki aura bully yang teramat kuat. Sampai akhirnya saya mengeluarkan pernyataan. "Eh, sori, biar miskin tapi gue sombong!"
Entah apa yang terjadi sampai keluar pernyataan begitu. Saya hanya ingat bahwa saya mengeluarkan kalimat tersebut, saya tidak ingat dan tidak ingin ingat situasinya. Soalnya udah lama banget, lupa cyin.
Tapi sekarang gini, saya tidak menyangka bahwa kalimat tersebut malah menjadi sebuah pemandangan yang jamak dilihat. Dan memang demikian, orang miskin itu sombong.
Mentang-mentang miskin, mereka seenaknya melanggar aturan.
Misalkan, berjualan di tempat yang tidak seharusnya tidak boleh jualan. Dan ketika ditertibkan, mereka ramai-ramai melawan. Ketika sudah tidak berdaya, mereka bilang "Tolonglah, saya orang miskin,"
Sombong.
Atau. Melanggar aturan lalu lintas, menerobos lampu merah dengan alasan mengejar waktu, karena mereka miskin jadi harus kerja lebih keras dan karena mereka miskin jadi harus menerobos lampu merah untuk bisa tetap bekerja di tempatnya. Ketika ditilang, mereka bilang "Tolonglah, saya orang miskin,"
Atau. Yang banyak diberitakan, penggusuran. Karena mereka miskin, mereka merasa berhak untuk menmpati lahan yang bukan miliknya untuk dijadikan tempat tinggal. Ketika digusur, merek tidak terima malah minta ganti rugi. Ketika digusur paksa mereka bilang "Tolonglah, saya orang miskin,"
Dan banyak lagi contoh lain.
Kaya atau miskin itu bukan masalah takdir, tapi masalah mental. Karena ketika mereka diberi motivasi, nasihat, doktrin, atau apapun itu namanya. Mereka akan bilang "Dia sih enak ngomong, nggak pernah ngerasain miskin kayak saya,"
Sombong kan?
Masalah mental ini disebabkan oleh dua hal.
1. Dari merekanya sendiri. Mereka miskin karena malas, karena terbiasa meminta, karena pengen enaknya saja, karena nafsunya.
2. Karena pemerintah membiarkan mereka miskin. Baik itu luput karena sibuk mengurusi masalah negara lain, atau memang mereka dipelihara dan dipertahankan supaya tetap miskin agar bisa digunakan sebagai alat pencitraan atau alat untuk menggulingkan dan merebut kekuasaan. Nah ini berkaitan dengan poin satu.
Kesombongan karena kemiskinan memberikan pemandangan yang menakutkan, saya berubah pandangan sekarang. Saya nggak mau sombong, apalagi miskin, udah gitu sombong pula.
Namanya juga orang sok asik
Demi Tuhan, ketika kalimat itu keluar, yang ada hanyalah dua niat.
Pertama, adalah untuk bercanda.
Kedua, adalah untuk mempertahankan diri.
Saya lupa gimana awalnya, siapa saja yang sedang bicara, dan membicarakan tentang apa. Tapi yang saya ingat adalah saya berada dalam sebuah situasi canda yang menykitkan. Dimana canda itu memiliki aura bully yang teramat kuat. Sampai akhirnya saya mengeluarkan pernyataan. "Eh, sori, biar miskin tapi gue sombong!"
Entah apa yang terjadi sampai keluar pernyataan begitu. Saya hanya ingat bahwa saya mengeluarkan kalimat tersebut, saya tidak ingat dan tidak ingin ingat situasinya. Soalnya udah lama banget, lupa cyin.
Tapi sekarang gini, saya tidak menyangka bahwa kalimat tersebut malah menjadi sebuah pemandangan yang jamak dilihat. Dan memang demikian, orang miskin itu sombong.
Mentang-mentang miskin, mereka seenaknya melanggar aturan.
Misalkan, berjualan di tempat yang tidak seharusnya tidak boleh jualan. Dan ketika ditertibkan, mereka ramai-ramai melawan. Ketika sudah tidak berdaya, mereka bilang "Tolonglah, saya orang miskin,"
Sombong.
Atau. Melanggar aturan lalu lintas, menerobos lampu merah dengan alasan mengejar waktu, karena mereka miskin jadi harus kerja lebih keras dan karena mereka miskin jadi harus menerobos lampu merah untuk bisa tetap bekerja di tempatnya. Ketika ditilang, mereka bilang "Tolonglah, saya orang miskin,"
Atau. Yang banyak diberitakan, penggusuran. Karena mereka miskin, mereka merasa berhak untuk menmpati lahan yang bukan miliknya untuk dijadikan tempat tinggal. Ketika digusur, merek tidak terima malah minta ganti rugi. Ketika digusur paksa mereka bilang "Tolonglah, saya orang miskin,"
Dan banyak lagi contoh lain.
Kaya atau miskin itu bukan masalah takdir, tapi masalah mental. Karena ketika mereka diberi motivasi, nasihat, doktrin, atau apapun itu namanya. Mereka akan bilang "Dia sih enak ngomong, nggak pernah ngerasain miskin kayak saya,"
Sombong kan?
Masalah mental ini disebabkan oleh dua hal.
1. Dari merekanya sendiri. Mereka miskin karena malas, karena terbiasa meminta, karena pengen enaknya saja, karena nafsunya.
2. Karena pemerintah membiarkan mereka miskin. Baik itu luput karena sibuk mengurusi masalah negara lain, atau memang mereka dipelihara dan dipertahankan supaya tetap miskin agar bisa digunakan sebagai alat pencitraan atau alat untuk menggulingkan dan merebut kekuasaan. Nah ini berkaitan dengan poin satu.
Kesombongan karena kemiskinan memberikan pemandangan yang menakutkan, saya berubah pandangan sekarang. Saya nggak mau sombong, apalagi miskin, udah gitu sombong pula.
Namanya juga orang sok asik
Subscribe to:
Posts (Atom)