Seperti judulnya ini mah, mungkin gitu
Menurut saya masa kecil saya itu luar biasa, karena saya pernah maen di sawah, pernah maen petak umpet, dan pernah maen banyak permainan lain yang mungkin anak sekarang jarang maen karena imbas teknologi sehingga mereka lebih senang maen gadget atau game online.
Saya tidak akan membicarakan soal perlindungan hukum, hak dan kewajiban anak, dan segala macam tetek bengek yang bikin kepala pusing. Udah mah saya stres karena batal puasa seminggu gara-gara sakit, ditambah ngomongin yang berat-berat, ah pusing.
Jadi gini, masa kecil saya itu orangtuanya sangat ortodok, konvensional, kuno lah. Tapi menyenangkan lho, karena saya pernah melakukan sesuatu untuk sebuah imbalan. Misalkan puasa dan lebaran. Kalo puasanya penuh dapet apa, kalo nggak penuh dapet apa, dan menjalankannya itu keren, ketika mendapat hadiah itu luar biasa lho rasanya.
Dan banyak orangtua sekarang berpikiran modern, tidak mau memberikan hadiah karena tidak mau mendidik anaknya menjadi penuntut. mereka mau mendidik anaknya buat ikhlas. Bagus, sih, tapi entahlah menurut saya malah nggak asyik.
Misalkan gini, kita ambil contoh, lebaran lah. Orangtua nggak mau ngasih anaknya baju baru karena nggak mau memanjakan, nanti merengek-rengek, nanti ibadahnya karena minta imbalan. Hei mereka itu anak-anak, mereka belum paham arti ikhlas. Ada banyak sisi yang bisa ditelaah.
Kadang orangtua itu meremehkan anak-anak. Kita liat satu persatu.
1. Mereka nggak mau anaknya merengek
nah kalo anaknya nggak mau merengek, ya siapkanlah budgetnya dari jauh hari, disini adalah fungsi orangtua untuk menyediakan kelayakan untuk anaknya. Disini ada motivasi buat orangtua untuk bekerja keras.
2. beli baju baru bukan cuma lebaran
Betul, ada momen lain, tapi ini lebaran! Lebaran! kesannya beda sama hari biasa. Anak punya hak untuk merengek, dan ini momen yang tepat.
3. Nanti anaknya kalo ibadah jadinya motivasinya karena imbalan dong.
Jangan mnafik, emang orangtuanya nggak melakukan apapun tanpa imbalan? Lha emang orangtua ibadah buat apa? Dapat imbalan! Imbalan masuk surga, imbalan pahala, dan sebagainya.
Lagipula kita lupa satu hal, anak akan tumbuh dewasa, dia akan belajar, dari gurunya, guru ngajinya, teman-temannya. Suatu saat nanti mereka akan mendengar bahwa ibadah itu begini, begini, begini. Ketika mereka beribadah karena mengharapkan imbalan dari kita, nanti juga mereka akan paham ibadah itu seharusnya seperti apa.
JAngan remehkan anak-anak!!
Memang cetek, karena saya pun baru jadi orangtua, tapi saya yakini itu, karena saya dan jutaan anak lain di generasi saya hidup dengan cara seperti itu, dan kami baik-baik saja.
Ada sebuah kebahagiaan ketika melihat anak laporan bahwa puasanya penuh, lalu minta hadiah, dan kita berikan, lalu matanya bersinar, lalu mereka dengan "sombong" memamerkan hadiahnya ke teman-temannya.
Mereka itu anak-anak, dan imbalan terhadap sesuatu adalah hak mereka, berikan hak itu!
Pendidikan anak itu dimulai ketika anak kita lahir sampai kita sebagai orangtua mati. Bukan berarti saya melarang atau gimana, tidak! Yang mau mendidik anak dengan cara A silahkan, dengan cara B silahkan, dengan cara apapun silahkan. Tapi bagi saya menjadi orangtua yang konvensional itu sangat menyenangkan.
Keberuntungan ada di generasi saya, karena kami dibesarkan secara konvensonal, tapi dengan pola pikir yang dibentuk secara modern. Jadi seharusnya kalau 1+2=3, maka bisa jadi konvensional+mdern=ideal.
ada banyak sekali unsur pendidikan dan unsur anak yang tidak saya masukkan.Karena ya itu, banyak banget, dan akan ada bantahan, pasti. tapi teori saya mengatakan
Anak belajar hidup dari imbalan
Remaja belajar hidup dari idola
Orangtua balajar hidup dari cobaan
Orangtua tidak boleh "melarang" apapun, tuas orangtua seperti saya adalah untuk monitoring dan pengarahan. landasannya pengalaman hidup, norma masyarakat dan agama tentunya. Kuncinya adalah bagaimana kita mengajarkan sesuatu dengan cara yang persuasif. Kecualiiiii untuk beberapa hal memang harus otoriter tanpa harus ada penjelasan, paham kan maksudnya?
Tapi kembali lagi ini hanya komentar dari saya saja, nggak usah terlalu serius, lagian saya mah apa atuh cuma butiran debu. Saya hanya seorang pemuda tampan yang sok tau, hahaha
terbuka untuk masukan, kalo ada yang masuk
No comments:
Post a Comment